“Kamu yakin masih mau nambahin pesanan gambarnya?” Tanya Afi.
“Kita sih senang-senang saja jadi dapat uang dari potongan bayaran kamu, tapi kamu bukannya butuh istirahat?” Tanya Lala.
“Nggak papa, aku sudah istirahat total 3 hari kemarin. Kalian sendiri yang jagain jadi tahu kan aku cuman tiduran saja di kamar.” Jawab Cahya.
“Ya sudah, aku tanyain siapa yang mau pesan gambar lagi yah.” Balas Afi.
“Aku coba sebarin ke forum penggemar K-Pop yang lain deh, pasti ada yang mau sih.” Lanjut Lala.
Afi dan Lala sibuk dengan handphone mereka, mengirim pesan instan ke grup dan menerima pesan instan dari calon pelanggan gambar oppa karya Cahya. Sementara itu, Cahya masih sibuk menggambar seorang personil boyband Korea sedang melakukan salah satu pose terbaiknya dari screenshot video musiknya. Ketika sketsanya selesai, dia mengirimnya ke pelanggan yang memesan gambar tersebut lewat email.
Sambil menunggu tanggapan pelanggan tadi, apakah sketsa yang masih berupa gambar kasar sudah oke supaya bisa lanjut digambar lebih detail lalu diwarna, Cahya membuka file baru. Kali ini ada yang memesan gambar wajah pelanggannya sendiri, tapi dibuat kalau dia sedang menari di panggung seperti idola Korea. Rupanya pelanggan Cahya sudah semakin luas, tidak hanya perempuan yang minta dibuatkan gambar oppa mereka tapi juga ada laki-laki yang mulai memesan gambar juga.
Pelanggan Cahya banyak yang menyukai hasil karyanya dan akhirnya diposting di akun mereka masing-masing lalu mengetag akun @CahyaART. Sejak itu pelanggannya jadi meluas, mulai dari permintaan supaya foto mereka dibuat versi ilustrasinya hingga foto orang dijadikan referensi lalu dibuat versi fantasinya. Seperti lelaki yang bertubuh gemuk dan berbulu lebat ini ingin dibuatkan ilustrasi dirinya versi tubuh ramping, kulit mulus, dan lihai menari serta menyanyi di panggung.
KLANG!
Suara kaleng susu menghantam meja kayu terdengar cukup keras usai diminum habis oleh Cahya. Setelah itu tangannya bergerak melanjutkan sketsa lelaki yang ingin terlihat sebagai idola. Fotonya yang gemuk dilihat berkali-kali supaya gambar yang dibuat Cahya tetap menunjukkan orang yang sama walau pipinya sudah kehilangan banyak daging.
Afi memesan minuman lagi karena dia juga merasa lelah menjawab telepon maupun pesan instan yang masuk menanyakan harga dan pemesanan karya.
Kak, jadinya kapan yah? Sudah seminggu lebih kok belum selesai juga sih?!
Mau pesan tapi bayarnya dicicil bisa nggak?
100 ribu kemahalan buat anak kuliahan kayak kita, minta diskon dong.
Gratis boleh gak?
Saya mau belajar gambar kayak gitu dong, gimana caranya yah?
Ini pake aplikasi apa?
Gambar gini doang kan bisa pake aplikasi gratisan di store, kok minta bayaran sih?
Kak, aku minta digambarin semua personil VFX lagi nyuapin aku di kursi kerajaan gitu, mereka semuanya pakai baju pangeran aku jadi ratunya. Terus lagi di balkon kayak pernikahan kerajaan inggris yang tayang di TV kemarin itu, dilihatin masyarakat banyak gitu. Seremoni besar-besaran sampai ada kamera dimana-mana ngeliput. Karena aku langsung pesan orangnya ada banyak minta diskon yah? Hehehe.
“Iya, kalau dalam waktu 2 minggu gambarnya belum selesai uang kamu bakal dikembaliin.” Kata Lala membalas telepon dari salah satu pelanggan.
Lala kemudian minum es teh manis yang baru dipesannya, ini adalah gelas keduanya. Satu meja di sudut kantin kampus ini menjadi arena pertarungan mereka, mengerjakan gambar pesanan dan menanggapi pesan dari pelanggan. Gelas minuman, kaleng susu, botol minuman bervitamin, dan piring-piring kotor berserakan di atas meja. Hanya ada beberapa ruang kosong untuk gadget Cahya untuk menggambar, serta tempat meletakkan tangan Afi dan Lala untuk menjadi customer service.
“Cahya, kamu masih gambar di sini?” Tanya Raka. “Belum pulang?”
“Belum, aku masih gambar-gambar.” Jawab Cahya.
“Gambar apalagi? Bukannya desainnya sudah selesai dan tinggal nunggu orang yang kupesan buat nyelesain ukiran buah caturnya?” Raka penasaran lalu mencoba melihat gambar yang dibuat Cahya. “Itu korea-korea lagi yang kamu gambar?”
“Iya,” Sela Afi. “Dia harus gambar korea-korea itu supaya punya uang buat bayar caturnya itu.”
“Hah?!” Raka kaget. “Gimana? Jangan-jangan kamu nggak ada uang jadinya nyari kerja sampingan kayak gambar-gambar begini, Cahya?!”
Cahya terdiam, tubuhnya membungkuk berusaha supaya kepalanya tertunduk dan tidak dapat dilihat Raka. Jelas sekali kalau dia sebetulnya tidak ingin usahanya mencari uang dari menggambar ini tidak tersebar.
“Jangan-jangan kamu kurang istirahat gara-gara ngerjain itu, terus sakit, terus kuliah kamu terbengkalai. Terus sekarang malah bayar orang buat ngerjain tugas kuliah kamu! Jadi maunya kamu kuliah apa nyari uang?!” Raka semakin menaikkan suaranya, membuat Cahya merasa tertekan.
Perlahan Cahya menaikkan kepalanya dan menatap mata Afi. Teman yang mengurus pemesanan gambar ini sadar kalau dia sudah melakukan kesalahan, menceritakan kalau mereka sedang mencari uang. Lebih parahnya lagi, memberitahu kalau Cahya butuh uang untuk membayar orang mengerjakan tugasnya kepada Raka.
“Tu.. Tunggu dulu..” Lirih Raka, dia melangkah mundur dengan pelan. “Jadi sekarang kamu butuh uang buat bayar orang lain itu kan gara-gara aku... Jadi ini salah aku!”