“Menarik itu, seru-seruan bareng lari di jalanan.” Kata Tony.
“Iya kan, biar nggak bosan lari mutar-mutar di trek Soemantri terus. Sekaligus nambahin tantangan di jalanan.” Balas Kiki.
“Sepertinya fun, aku juga mau ikutan.” Kata Rachel.
“Aku juga mau banget, pasti asyik itu.” Timpal Karina.
“Ikutan dong.”
“Kalau lari rame-rame di jalanan mau juga dong.”
Waktu pemanasan Team ORA sebelum memulai sesi latihan lari masing-masing di Soemantri menjadi hidup. Biasanya hanya hitungan dari satu sampai delapan yang terdengar, tapi kali ini seruan untuk berlari beramai-ramai di jalan untuk membantu tugas Cahya. Tentunya hal ini membuat Cahya senang, olahraga lari yang tadinya dilakukan karena terpaksa malah menjadi aktifitas yang membantu kuliahnya.
Tiap langkah kaki berlari ke depan selalu memberikan pemandangan baru bagi mata manusia, seperti dunia yang terus bergerak maju dan memberikan pandangan baru bagi kehidupan manusia.
“Tapi kalau bisa setelah Jakarta marathon, bagaimana?” Tanya Tony.
“Bulan depan yah?” Kata Cahya sambil berpikir. “Sepertinya bisa sih.”
“Iya, supaya sekarang kalian fokus latihan buat marthon. Menghindari cedera kalau lari di jalanan juga, kalau beneran ketabrak kan bahaya.” Kata Tony.
“Baiklah, nanti aku coba bilang dosen dulu.” Kata Cahya.
“Sip, kalau begitu kita latihan dulu sekarang.” Seru Kiki.
“Oke.” Cahya tersenyum.
Sesi latihan pun akhirnya dimulai, Cahya berlari bersama Karina dan Kiki mulai berlari dengan menu latihan khusus untuk dia sendiri yang sudah dibuat oleh Tony. Tidak ada perasaan sedih karena ditinggal, kali ini Cahya malah memberikan dukungan kepada Kiki sebelum ia mulai berlari.
Maul sudah berlari terlebih dahulu memutari trek Soemantri, tidak lama kemudian Kiki menyusulnya. Tanpa berkata apa-apa, tiba-tiba Maul meningkatkan kecepatannya meninggalkan Kiki. Merasa tidak senang, Kiki juga menaikkan pacenya berusaha mengejar Maul. Namun rivalnya tersebut terus menerus memacu kakinya lebih kencang lagi tiap kali Kiki terlihat disampingnya.
“Kiki!!” Teriak Tony. “Santai!!”
Kiki mendengar teriakan Tony lalu mulai berlari lebih pelan, ia sadar sudah melakukan kesalahan. Menu latihan dia hari ini adalah berlari tempo, berlari dengan kecepatan stabil pada pace yang cukup membutuhkan usaha namun masih terasa nyaman. Saat race, Kiki bisa berlari hingga pace 4:10 sehingga saat lari tempo maka pacenya sekitar 4:40-4:50. Tony yang melihat Kiki berlari hingga pace 4:20 pun langsung memarahinya.
Ambisius boleh, tapi jangan terlalu memaksakan diri. Jangan sampai cedera saat latihan karena terlalu memforsir diri hingga tidak bisa ikut race. Dan yang terutama adalah, sayangi kakimu karena itu tidak hanya digunakan untuk berlari saja. Nasihat-nasihat dari Tony kembali terngiang di kepala Kiki. Ia pun kembali berlari sesuai menu latihannya, lari tempo 5 kilometer sebanyak 4 kali dengan selang masa istirahat untuk recovery selama 5 menit.
Kiki mengambil jalur kedua dari dalam, matanya tertuju ke depan dan mengabaikan pelari-pelari lain di sampingnya. Maul yang sadar kalau dia sudah tidak diacuhkan lagi merasa kesal. Maul berpindah jalur beberapa kali dan melewati Kiki dengan sengaja untuk menarik perhatiannya tapi tidak berhasil. Ia begitu geram hingga akhirnya memutuskan untuk berhenti berlari lebih cepat dari biasanya.
***
“Tapi memang rasanya ada yang aneh sama orang itu.” Ketus Afi.
“Iya, walaupun belum pernah ketemu tapi aku juga ngerasa ada yang janggal.” Lanjut Lala.
“Hah? Kalau memang tidak pernah ketemu kok bisa ngerasa gitu?” Tanya Cahya.
“Coba saja cek akun medsosnya, kemarin aku lihat postingan terakhirnya itu sudah berapa tahun lalu gitu.” Jawab Afi.
“Iya, habis menang lomba terus nggak pernah posting apa-apa lagi. Kalau memang yang kamu bilang benar dia jadi atlet nasional, masa nggak ada foto waktu latihan gitu? Biasanya suka ada sebelumnya.” Lanjut Lala.
“Hmm..” Gumam Cahya, ia langsung membuka akun @Fast_Maul. “Kayaknya ini foto waktu dia pertama kali ngalahin Kiki. Habis itu mereka putus kontak.”
“Dan kamu bilang kemarin malam mereka juga tiba-tiba kelihatan canggung lagi. Sempat ngobrol dan nyariin, sekarang si rival gebetan kamu itu ngilang lagi?” Tanya Afi.
“Kayak lagi pedekate saja, sebentar agresif sebentar sok ngilang. Penasaran hubungan mereka apaan sebetulnya.” Timpal Lala.
Cahya dan Afi langsung melirik Lala dengan penuh kekecewaan terhadap pikirannya yang melenceng jauh dari pembicaraan. Ketiga teman dekat ini sedang bersantai di kamar kosan Cahya seperti biasa, di mana perempuan yang jago menggambar ini sedang menceritakan apa yang dia pikirkan. Sejak ketahuan memendam keresahan hingga stres sendiri, Cahya jadi lebih terbuka dan sering menceritakan perkembangan latihan lari dan aktifitasnya yang lain ke Afi dan Lala.
“Tahu nggak sih yang paling aneh sebetulnya?” Tanya Afi.
“Hah? Apa?” Cahya kebingungan.
“Mereka normal kan? Nggak ada hubungan aneh?” Tanya Lala.
“Kalau memang Maul itu atlet nasional, kenapa larinya di Soemantri terus?” Celetuk Afi.
“Eh, iya juga.” Gumam Cahya.
“Karena ada Kiki?” Timpal Lala.