Be my Pacer in Marathon

Ockto Baringbing
Chapter #34

Curang

Jalan hidup tidak ada yang bisa menerka. Dulu biasanya hanya bersantai di kasur menghabiskan hari minggu, sekarang malah berjuang di atas aspal. Biasanya jalan ke warung sejauh 500 meter saja sudah mengeluh, sekarang malah mau lari sejauh 42 kilometer. Paling malas kalau harus keluar-keluar kena debu dan panasnya matahari, sekarang rela berasap-asapan dan dimandikan sinar mentari pagi demi bisa bersamanya.

 Sebetulnya Sang Surya belum menampakkan cahayanya, tapi dini hari yang gelap itu seakan diterangi pancaran kehangatan dari tubuh Cahya.

Ya..

Cahya terus maju melangkahkan kakinya karena tahu ada Kiki yang menunggunya di depan. Rasa sesak di dada karena lelah berlari tidak ada artinya dibandingkan rasa sakit di hati bila tidak menemui Kiki di depan. Lebih baik keringat yang bercucuran daripada air mata yang mengalir akibat gagal menemui Kiki di depan.

Karina dan Nadya kaget melihat Cahya yang berlari semakin kencang dari biasanya dan mulai meninggalkan mereka berdua. Karina hendak mengingatkan Cahya untuk menghemat tenaga karena perjalanan masih jauh, bahaya bila kakinya kelelahan akibat diforsir terlalu dini. Namun Nadya segera menahan Karina, jangan sampai wajah bahagia Cahya saat berlari itu terusik oleh nasihat belaka.

Tentunya Cahya sudah tahu kemampuan dirinya sendiri, lebih baik dia saja yang menentukan mau seberapa kencang berlari. Karena yang paling tahu batas kekuatan tubuhnya adalah orang itu sendiri. Memang terkadang suasana race membuat banyak orang mengeluarkan kecepatan di atas rata-rata kemampuannya, hal itu bisa saja terjadi juga pada Cahya.

Karina pun memutuskan untuk diam dan melepas Cahya untuk berlari sebebasnya, seteguh hatinya berpacu ke depan. Perempuan yang baru saja mulai berlari beberapa bulan yang lalu itu pun meninggalkan Karina dan Nadya secara perlahan.

***

Tinggal sedikit lagi mereka berdua akan menjadi yang tercepat di Jakarta Marathon. Kiki dan Maul berusaha keras mengejar 3 orang pelari asal Kenya yang memimpin sejak awal dimulai race. Kedua rival ini akan bersaing merebut titel juara dalam lomba lari jarak jauh internasional di ibukota Indonesia.

Tapi mereka tidak sadar kalau pelari Kenya itu masih menyimpan tenaga. Ketika ketiga pelari dari Kenya itu melihat ada yang mencoba mendekati, kecepatannya pun segera ditambah. Sebuah serangan untuk menjatuhkan mental siapapun yang terlihat akan mengancam posisi di depan. Tinggalkan siapapun yang berani mendekat supaya sadar kalau usahanya mengejar percuma saja.

Serangan itu berhasil menghajar Maul, ia kaget dan langsung merasa jatuh. Melihat segenap usahanya mengejar langsung terasa sia-sia saat melihat 3 pelari di depan menjauhinya seperti kucing liar yang kabur jika didekati. Kaki Maul yang sudah terasa lelah pun perlahan bergerak melambat. Sudah tidak mungkin mengejar mereka, pikir Maul. 

Sementara itu, Kiki justru semakin terpacu oleh serangan tersebut. Tambahan kecepatan itu justru semakin membangkitkan semangat Kiki. Ia tetap terus mengejar mengejar kucing liar itu dan berharap dapat menjinakkan mereka.

Maul pun semakin dikagetkan oleh Kiki yang berlari menjauhinya. Ditinggalkan oleh pelari internasional yang datang ke sini khusus untuk berpartisipasi dalam Jakarta Marathon tidak membuatnya terbakar, tapi beda bila ditinggalkan oleh rivalnya. Alis tebal yang tadinya terangkat ke atas karena merasa putus harapan pun kini mengerut ke bawah karena kesal. Maul pun langsung berusaha keras mengejar Kiki.

Di jalan Tomang Raya, jalur mulai menanjak ketika mencapai jalan layang. Pelari Kenya dan Kiki menyimpan tenaga dengan melambatkan larinya sedikit untuk menghadapi tanjakan, tapi Maul malah memanfaatkan kesempatan itu untuk memperkecil jarak di antara mereka. Maul mengerahkan segala tenaganya untuk mengejar. Keringat pun mulai bercucuran deras hingga membuat alis tebalnya terlihat tipis karena basah.

Di puncak jalan layang di mana jalan menjadi rata untuk sesaat sebelum akhirnya menurun hingga sampai ke jalan Gajah Mada, Maul berhasil mengejar Kiki hingga berlari tepat di belakangnya. Dan ketika mendapatkan momentum kecepatan di kala jalanan menurun, Maul tidak bisa mengontrol kakinya yang mulai kelelahan. Tanpa sengaja kaki Maul menyenggol kaki Kiki dari belakang. Tidak kuasa menahan keseimbangan karena kaki tersenggol saat berlari kencang di turunan, badan Kiki pun jadi oleng.

Momen ketika kaki Kiki ditendang dari belakang, mengingatkannya pada kejadian beberapa tahun yang lalu. Saat di mana ada yang begitu menggebu-gebu ingin mengalahkannya dalam sebuah kompetisi bergengsi. Wajah orang yang memancarkan senyuman ketika berhasil melewatinya. Kiki yang kesulitan menapakkan kaki hingga akhirnya terjatuh membentur aspal.

Maul melewatinya lagi setelah beradu sengit seperti waktu lomba lari 10 kilometer untuk menjadi atlet olimpiade. Maul tersenyum lagi setelah melakukan tindakan tidak terpuji demi menjadi pemenang. Kiki pun melakukan hal yang sama seperti dulu, yaitu berteriak.

“CURAAANG!!”

Kiki berteriak-teriak tidak keruan tanpa tahu ke siapa harus protes karena tidak ada panitia maupun penonton di sekitarnya. Mereka sedang berada di atas jalan layang di mana tidak ada trotoar maupun bangunan tempat orang-orang biasa menonton apa yang terjadi di jalanan. Orang-orang yang ada di gedung tinggi tentu tidak bisa mendengar apalagi melihat dengan jelas apa yang terjadi.

Hanya Maul yang mendengarnya walau samar-samar. Pikirannya fokus pada lintasan lari di depannya hingga telat menyadari teriakan Kiki, ia pun menengok sambil berlari. Namun Maul sudah cukup jauh menuruni jalan layang ketika melihat Kiki. Rivalnya itu dikiranya mengurangi kecepatan karena khawatir terjatuh saat turunan.

DUAK!

Maul dikejutkan oleh benturan di kepalanya. Ia pun melihat ada sepatu terjatuh di jalanan dan berpikir, siapa yang ngelempar sepatu ini?!

DRAP! DRAP! DRAP!!

Lihat selengkapnya