Teriakan-teriakan dari para marshal pengawas membahana di sepanjang lintasan lari Jakarta marathon.
“Semangat!!”
“Ayo lari, jangan jalan!!”
“Maju teruus!”
Namun bukan itu yang ingin didengar oleh Kiki, melainkan cerita dari Cahya. Setelah berhasil menuruni jalan layang dan terus berlari sesuai pace yang dipimpin perempuan yang baru mulai berlari beberapa bulan itu, Kiki semakin penasaran.
“Ini semua kesalahpahaman dan miskomunikasi di antara kalian berdua,” Seru Cahya, ia pun kemudian menunjukkan jarinya ke Kiki. “Dan terutama karena kamu.”
“Eh, apa?” Kiki kaget melihat jari yang seakan-akan telah memvonis dirinya terhadap sebuah kejahatan.
“Waktu itu Maul berusaha keras mengejarmu hingga akhirnya tidak sengaja kakinya mengenai kakimu hingga jatuh.” Jelas Cahya.
“Ti.. tidak sengaja?!” Kiki kaget. “Kalau begitu kenapa tidak minta maaf atau bilang apa gitu?!”
“Itu karena kamu langsung marah-marah seperti sekarang, iya kan? Kamu langsung nuduh Maul curang, kan?!” Balas Cahya.
“Apa?!” Kiki semakin kesal dan melihat ke rival yang berlari di sampingnya, tapi Maul terlihat tenang dan menatap balik.
“Rivalmu itu sangat senang ketika berhasil membalap, makanya dia senyum-senyum ngelihat ke belakang. Dia nggak tahu Kiki jatuh kena kakinya.” Lanjut Cahya.
Maul pun tetap menatap tenang pada mata Kiki, seakan memberi kesan kalau semua yang dikatakan Cahya adalah benar.
“Setelah menang lomba, Maul kaget dengar kamu disuruh keluar dari jalur, didiskualifikasi.” Lanjut Cahya sambil melihat Maul, lalu kembali menoleh ke Kiki lagi. “Teman lari kamu ini berusaha nelpon terus-terusan tanpa tahu kalau handphone kamu sudah hancur dibanting. Habis itu kamu selalu sembunyi di dalam rumah, dipanggilin terus sama Maul tapi tidak mau keluar.”
Kiki sudah tidak berkata apa-apa lagi, ia menghirup nafas panjang mencoba mencerna penjelasan barusan. Mengingat kembali kejadian masa lalu sambil berlari bersama Maul, mengingat kalau dulu juga mereka sering lari bareng dengan penuh tawa.
“Maul sering nungguin kamu di GOR Rawamangun sampai malam,” Lanjut Cahya. “Tapi kamu tidak pernah muncul buat diajak lari bareng. Berhari-hari ditungguin sampai mingguan nggak muncul-muncul, akhirnya Maul nyerah dan hilang semangat larinya. Makanya waktu latihan sama pelatih profesional dia jadi malas-malasan. Dan pas disuruh ikut lomba juga tidak pernah menang lagi.”
“Masa?!” Kiki kaget. “Nggak pernah menang sekalipun?”
Maul mengangguk pelan, ia masih malas mengeluarkan kata-kata dan berharap Cahya melanjutkan ceritanya.
“Kamu tidak tahu kan, Kiki?” Ketus Cahya. “Itu karena kamu langsung memutus komunikasi dengan Maul. Begitu dapat handphone baru, kamu nggak masukin nomor maul. Malah kamu ngeblok akun medsos @Fast_Maul jadinya tidak tahu kalau sebetulnya dia sendiri sudah tidak pernah upload apa-apa lagi. Ya karena tidak ada prestasi yang bisa dibanggakan lagi.”
Kiki terdiam dalam larinya dan kembali berpikir keras. Namun langsung terperanjat melihat Cahya yang tiba-tiba muncul di sampingnya dan melototkan mata.
“Sama saja kayak kamu, nggak ada prestasi lagi jadi akun medsosnya ya nggak ada update apa-apa.” Ketus Cahya sambil menunjuk ke mata Kiki.
Rasa sakit menjalar dari kaki Kiki yang terluka tapi tetap dipaksa untuk berlari, tapi bukan itu yang membuatnya mengernyitkan dahi. Rasa lelah menyeruak ke seluruh tubuh ketika tubuh terus bergerak maju, tapi bukan itu yang membuatnya kesulitan mengatur nafas. Perasaan bimbang dan merasa bersalah menghantui Kiki hingga wajahnya terlihat panik dan nafasnya jadi memburu.
“Ya.. aku berusaha nelpon kamu nggak bisa, kirim message lewat medsos juga nggak bisa, nungguin di Rawamangun nggak ketemu, datengin rumah kamu juga nggak ada katanya.” Keluh Maul, tiba-tiba saja ia mulai berbicara dan langsung tidak mengenakkan hati. “Aku baru tahu ternyata sengaja ganti nomor, diblok, dan memang menghindar yah..”
Keringat dingin mengalir dari dahi Kiki bercampur dengan keringat karena berlari, ia benar-benar tidak tahu harus berkata apa kali ini. Semua yang dikatakan Maul benar.
“Ngomong-ngomong kamu tahu dari mana?” Tanya Maul ke Cahya. “Semua-semua ini? Masalah aku dan dia.”
“Teman kosanku yang ngobrol-ngobrol sama teman atletmu itu, si Frans dan Joze kalau tidak salah namanya.” Jawab Cahya.
“Oh ya? Kenal mereka dari mana?” Maul kaget.
“Bukannya kenal sih, tapi kenalan langsung saja setelah ngelihat mereka gangguin kamu di Soemantri.” Balas Cahya lagi.
“Di Soemantri?”
“Iya, waktu kamu dikasih surat peringatan dan bakal dipecat jadi atlet.”
“Oh itu..” Maul bersuara pelan dan menundukkan kepalanya.
“Surat peringatan..?” Kiki kaget.
“Begitulah..” Lirih Maul. “Kalau aku tidak menyelesaikan marathon ini mungkin aku bisa dikeluarin.”