Beautiful Sorrow

Pia Devina
Chapter #11

Bab 10 - He's Back

2 Januari, 12.40 p.m.

“Hmmm... are you okay?”

Aku mendongakkan kepala, mengalihkan pandanganku dari nasi goreng ayam yang masih tersisa setengahnya di atas piring di hadapanku, ke arah Natasya yang sedang memandangiku dengan tampang ragu.

“Pertanyaan apaan itu?”

Natasya yang pagi ini menggulung rambutnya dengan rapi──hal ini terjadi hanya bila ada momen khusus di kantor seperti hari ini, bos kami dari Swedia baru saja menampakkan batang hidungnya, jadwal setahun sekali──memiringkan kepalanya sedikit.

“Kamu balik lagi ke kantor... karena Pram?” dia bertanya ragu.

Aku menghentikan aktivitas menggigit nasi goreng yang sudah mendarat dengan selamat di dalam mulutku saat Natasya menanyakan hal itu.

“Atau karena... Yoga mau balik?”

Aku mengerutkan keningku. “Tau darimana kalau Yoga mau balik?”

“Eh?” Natasya tergagap. “No one. Enggak kok, aku cuma ngiseng aja nanya kayak gitu.”

Cengiran di akhir kalimat yang dia ucapkan justru menimbulkan kecurigaanku.

“Kamu enggak nyembunyiin sesuatu dari aku kan, Nat?”

Natasya mengedarkan pandangannya dengan salah tingkah. “Aduh, aku mau beli sop buah dulu, ya. Tunggu sebentar.”

Natasya buru-buru bangkit dari kursinya di salah satu sudut kantin di lantai bawah kantor tempat kami bekerja. Sebelum sahabatku itu bergerak lebih jauh, aku menarik pergelangan tangannya.

I'm your best friend, aren't I?” tanyaku dengan nada curiga dan tampang menyelidik. “Ada yang enggak kamu bilang ke aku, ya?”

Natasya langsung gelagapan. “Ah, I couldn't lie to you anyway,” ujarnya ragu, kemudian duduk lagi di kursinya.

“Jadi?” aku meletakkan sendokku dan duduk dengan punggung tegak, menunggu Natasya berbicara.

“Ummm...”

“Apa?”

“Yoga yang ngasih tau aku.”

Mataku membulat karena kaget. “Yoga... ngasih tau kamu?”

Natasya menganggukkan kepalanya dengan tidak yakin. “Dua hari yang lalu dia ngirim SMS, ngasih tau aku... kalau dia bakal balik beberapa hari lagi,” tutur Natasya yang kini kembali memandangiku dengan hati-hati.

Seketika saja perutku terasa mual. Yoga memberi kabar pada Natasya tentang kepulangannya ke Jakarta... tetapi tidak memberi kabar itu kepadaku?

“Dan dia──” Natasya menggantung ucapannya.

Aku terdiam. Rasanya telingaku berdenging dengan suara keras bahkan sebelum Natasya menyelesaikan ucapannya.

“Dia?”

Natasya menelan ludah. “Dia nanyain kamu.”

Lihat selengkapnya