27 Januari, 09.03 a.m.
Seorang wanita yang mengenakan dress putih tengah berpose bersama seorang pria berjas hitam──they're a couple in the middle of pre-wedding photo session, I guess.
Melihat pemandangan yang tergambar di salah satu sudut Henderson Waves ini, aku merasa ada desir rasa iri yang menderaku. They look good together, they look happy... dengan kebahagiaan sempurna yang ada pada kisah cinta mereka.
Sedetik kemudian, buru-buru aku menjatuhkan pandanganku ke dek kayu tempat kakiku berpijak, mencoba mengalihkan perhatian dari pasangan berbahagia itu, lalu buru-buru mencari sosok Papa dan Kak Renata yang tengah sibuk berolahraga──lari di tempat──di ujung sana, sekitar lima belas meter dari tempatku duduk. Papa dan Kak Renata sibuk berbicang sambil mengolahragakan tubuh mereka, sementara aku memilih untuk diam di salah satu sudut jembatan ini sambil menunggu mereka.
“Hai.”
Aku terlonjak kaget saat tiba-tiba ada suara seseorang dari samping kanan tubuhku. Kontan aku menolehkan kepalaku dan merasa kaget luar biasa saat melihat sesosok lelaki ber-sweater abu-abu yang duduk di sampingku.
“Pram?” refleks aku berbicara tanpa bisa mengusir kekagetanku. “Kenapa kamu ada di sini?”
Pram diam, memandang lurus ke kejauhan──tidak melihat ke arahku.
“Aku enggak berencana untuk resign lagi. Aku cuma liburan weekend aja ke sini. Bareng Papa. Kamu tau, kan? Ngapain kamu ke sini juga? Mendadak?” aku memberondong Pram dengan pertanyaan-pertanyaan di dalam kepalaku.
Yang menjadi main topic di kepalaku adalah… jangan bilang Pram mengejarku ke Singapura lagi karena ingin menjemputku seperti waktu itu. Oh, come on... I'm not a child, am I?
Tanpa kuduga, Pram menarik ujung bibirnya.
Tunggu... apa dia sedang tersenyum?
“Aku nyari kamu bukan buat ngomongin pekerjaan. Aku cuma mau ngomongin beberapa hal sama kamu. But please, just listen,” tuturnya dengan ekspresi santai.