Aula utama Universitas Harapan Baru sedang sibuk seperti pasar malam. Di tengah aula yang luas, terlihat Reina berdiri dengan clipboard di tangan, memegang pena seperti pedang. Meski lelah, semangat tetap terpancar dari wajahnya. Ia adalah ketua pelaksana acara seminar bertajuk "Pendidikan 5.0: Mencetak Generasi Emas di Era Transformasi Digital," yang akan diisi oleh anggota DPR Komisi X esok hari.
Reina adalah mahasiswi jurusan Sastra Inggris sekaligus penerima beasiswa penuh. Dengan kegemaran berorganisasi, ia merasa seminar ini bukan hanya tugas, melainkan pembuktian dedikasi.
"Guys, gimana urusan sound system? Udah oke belum?" tanya Reina dengan nada serius namun terdengar sedikit lelah.
"Rein, santai dulu napa," balas Dani, si kepala divisi perlengkapan, sambil menyedot kopi dari gelas plastik. "Mas Hadi teknisinya udah pasang semuanya kok. Kalo nanti ada salah kabel, tinggal kita salahin dia."
"Dani, fokus dong! Kalau sampai ada masalah besok, kita yang kena semprot, bukan Mas Hadi!," Reina menjitak kepala Dani dengan clipboardnya. Namun ia pun tertawa kecil setelahnya.
Di sudut aula, Tiara, si wakil ketua pelaksana, sedang duduk di lantai sambil menghitung undangan VIP yang baru saja selesai dicetak. "Eh, Tiara, gimana? Fix ada seratus undangan?" tanya Reina sambil menghampiri.
"Seratus pas," Tiara mengangguk. "Tapi dua di antaranya ada typo. Nama anggota DPR malah jadi 'Pak Bambang Berdikari Tunas Melati'. Kita koreksi aja pake tip-ex?"
"Astagaaa, Tiara! Kamu ngedit pake font estetik lagi ya!," Reina memegangi kepala seolah kepalanya nyut-nyutan. "Lain kali dengerin aku, font Times New Roman aja udah cukup buat resmi!," tukas Reina dengan nada bicara yang cukup tegas.
"Namanya juga seni, Rein," jawab Tiara sambil cengengesan. Di sisi lain, Farhan, kepala divisi konsumsi, sedang sibuk mengatur kotak snack yang baru datang. Tangannya gemetar sambil mencatat sesuatu di buku log.
"Farhan, ngapain sih? Kok kaya zombie nulisnya," tanya Dani yang tiba-tiba muncul di belakangnya. "Hus! Jangan ganggu!," Farhan menoleh dengan mata melotot. "Aku lagi ngitung ini, kok kayaknya snack kurang satu kotak. Jangan-jangan driver ojolnya ngemil tadi di jalan?"
Reina memutuskan ikut memeriksa. "Udah dihitung ulang belum? Bisa aja kok panitia sendiri yang tadi ngambil buat 'coba rasa'." Mendengar itu, Tiara buru-buru melipat tangan di belakang punggung. "Aku enggak ngemil kok, Rein! Sumpah, cuma ngecek isi aja," sontak mereka semua tertawa. Kelelahan yang mereka rasakan seolah mencair dalam canda tawa yang terus menggema.
Di tengah kekacauan, Vino, si MC acara besok, muncul dengan setelan jas abu-abu yang sudah dipakai sejak gladi resik. "Reinaaa, gimana menurut kamu outfit-ku? Cocok kan buat nyambut anggota DPR?," Vino berjalan seolah dirinya sedang catwalk, dan membuat Reina menghela napas sambil menatap Vino dari atas sampai bawah. "Vin, kenapa kamu pake jas sekarang? Ini kan cuma persiapan. Besok baju kamu bau debu aula lagi!"
"Itu tandanya aku profesional," kata Vino dengan gaya sok cool, lalu menjentikkan jarinya. Namun, ia malah tersandung kabel proyektor hingga hampir jatuh. "Profesional, ya?" cibir Dani sambil tertawa terbahak-bahak.
"Oke, fokus-fokus lagi," potong Reina sambil menepukkan tangan. "Semua kembali ke posisi masing-masing. Kita pastikan besok pagi semuanya berjalan mulus. Kalau ada masalah... ya, kita hadapi bareng-bareng," suaranya dipenuhi semangat yang menular.
Semua panitia kembali bekerja, meski dengan lelah yang tampak di wajah mereka. Namun ada rasa puas tersirat di setiap langkah. Malam itu, aula penuh dengan gelak tawa, gosip receh, dan obrolan serius yang saling bercampur. Meski lelah, kebahagiaan mereka tak terelakkan.
"Rein," panggil Tiara pelan saat mereka sedang menyusun kursi di deretan depan. "Aku salut deh sama kamu. Kalau aku jadi ketua kayak kamu, mungkin aku udah kabur ke Bali sekarang." Reina terkekeh. "Kadang aku juga mikir gitu, Tiara. Tapi, liat kalian semua segalanya jadi lebih mudah buatku. Capek sih, tapi... capek bareng kalian tuh rasanya beda."
Tiara tersenyum lebar. "Ah, pantes aja ya kamu yang dapet beasiswa. Kuat banget mentalnya." Di pojok aula, Dani dan Farhan kembali mengoceh tentang snack yang masih mereka perdebatkan. Dani bercanda soal ide untuk menyediakan mie instan sebagai alternatif. "Bayangin, Farhan, buka seminar ini pake mie kuah di meja VIP. Langsung trending!" ujarnya sambil terbahak.
"Udah-udah, balik ke kerjaan kalian!" Reina memotong dengan tegas namun tetap tersenyum. Malam terus berlalu, dan mereka menyelesaikan semua persiapan dengan semangat. Letih namun puas. Besok adalah hari besar bagi mereka, dan Reina yakin: mereka akan memberikan yang terbaik.