BEAUTY BLOOD

quinbbyyy
Chapter #5

Karismatik Ditengah Bayang-Bayang

Langit siang di kampus begitu cerah, namun suasana di sekitar lobi utama lebih ramai dari biasanya. Mahasiswa berkerumun di depan layar televisi besar yang terpasang di dinding, menonton tayangan iklan yang menarik perhatian.

"Pendaftaran resmi dibuka! Icon Kecantikan Indonesia, ajang bergengsi yang mencari wajah-wajah inspiratif, kini menanti para kandidat terbaiknya. Siapkah kamu menjadi bagian dari perubahan dan memancarkan pesonamu ke seluruh negeri? Daftarkan dirimu sekarang! Raih kesempatan memenangkan beasiswa pendidikan penuh dan menjadi brand ambassador eksklusif produk PT Sumber Wangi!"

Visual di layar menampilkan perempuan-perempuan elegan dengan gaun anggun, berjalan penuh percaya diri di atas panggung, diiringi tepuk tangan meriah. Logo besar "Icon Kecantikan Indonesia" berkilau di tengah latar belakang emas.

Di tengah riuhnya suasana, Reina melangkah mendekat, matanya terpaku pada layar. Teman-temannya yang melihat kehadirannya langsung menoleh. "Reina, kamu bakal daftar, nggak?" tanya salah satu temannya, Nadya, dengan nada penasaran.

Reina tersenyum kecil, mengangkat bahu. "Aku nggak tahu... Sepertinya bukan duniaku."

"Ayolah, kamu cantik, Reina. Kamu bakal cocok ikut ajang itu!" sahut teman lainnya, Sarah, dengan antusias.

"Iya, apalagi setelah seminar ‘Pendidikan 5.0: Mencetak Generasi Emas di Era Transformasi Digital’ kemarin, kamu makin dikenal! Acara itu sukses besar, dan kamu kelihatan luar biasa di atas panggung," tambah Nadya.

Reina tertawa pelan. "Itu seminar, bukan kontes kecantikan. Berbeda jauh."

Obrolan mereka hanya berlangsung sesaat sebelum perhatian kembali tertuju pada layar televisi. Iklan masih berlanjut, memperlihatkan para finalis tahun lalu yang tersenyum anggun saat menerima mahkota penghargaan. Keriuhan pun kembali memenuhi ruangan, sementara Reina diam-diam merenungkan sesuatu dalam hatinya.

***

 

Setelah meninggalkan kerumunan di lobi, Reina berjalan cepat menuju perpustakaan. Pikirannya terus bergulat dengan keputusan yang baru saja muncul di hatinya. Ada dorongan kuat dalam dirinya untuk mencoba, meskipun bayang-bayang ketidakpastian masih mengintai di sudut pikirannya.

Langkahnya semakin cepat saat ia menyadari bahwa ini bukan sekadar keinginan sesaat. Ini tentang keberanian untuk melangkah keluar dari zona nyamannya. Begitu tiba di perpustakaan, Reina langsung mencari tempat duduk yang sedikit tersembunyi, jauh dari tatapan orang-orang yang mungkin bertanya-tanya apa yang sedang ia lakukan.

Ia membuka laptopnya, menarik napas dalam-dalam, lalu dengan cekatan menelusuri folder-folder berisi berbagai dokumen penting. Resume, sertifikat, foto formal semua tersusun rapi, seakan menunggu saat yang tepat untuk digunakan. Tangannya sedikit gemetar saat ia mengklik folder tersebut, menyadari bahwa detik ini juga, ia berada di ambang perubahan besar dalam hidupnya.

"Baiklah, Reina. Kalau ini memang jalanmu, lakukan dengan sepenuh hati," gumamnya pada diri sendiri, berusaha menenangkan hatinya yang berdebar lebih kencang dari biasanya.

Matanya fokus menelusuri syarat dan ketentuan yang tertera di laman resmi Icon Kecantikan Indonesia. Beasiswa pendidikan dan kesempatan menjadi brand ambassador PT Sumber Wangi menjadi daya tarik tersendiri. Ini bukan sekadar ajang mencari pengakuan atas kecantikan fisik, tetapi sebuah wadah bagi perempuan untuk menunjukkan kecerdasan, kepemimpinan, serta kemampuan berbicara dan menginspirasi banyak orang.

Sekilas, pikirannya melayang pada perjalanan panjang yang telah ia lalui. Semua tantangan, rasa tidak percaya diri, dan keraguan yang sering kali menahannya. Namun, bukankah ini saatnya membuktikan bahwa ia bisa lebih dari sekadar impian yang tersimpan dalam angan? Bukankah ini kesempatan untuk menjelma menjadi sosok yang lebih kuat, lebih berani?

Reina menarik napas panjang, lalu mulai mengetik. Kali ini, bukan untuk sekadar melihat-lihat atau mengumpulkan informasi, melainkan untuk mengisi formulir pendaftaran dengan penuh keyakinan. Setiap huruf yang ia ketik terasa seperti sebuah pernyataan pada dirinya sendiri bahwa ia siap untuk perjalanan ini.

Jarinya berhenti sejenak di atas keyboard sebelum mengetik namanya di kolom pertama. Nama yang akan tertulis di sana bukan hanya sekadar identitas, tetapi juga representasi dari harapan dan tekadnya. Dengan jemari yang masih sedikit gemetar, ia mengetikkan namanya perlahan.

Saat semua data telah terisi, Reina menatap layar di depannya. Hanya satu tombol yang tersisa untuk ditekan. Sekali klik, maka tak ada jalan untuk mundur.

"Bismillah," bisiknya lirih, lalu dengan keyakinan penuh, ia menekan tombol submit.

Layar berganti, menampilkan pemberitahuan bahwa formulirnya telah diterima. Seketika itu juga, perasaan lega dan sekaligus bersemangat memenuhi hatinya. Apapun hasilnya nanti, ia tahu bahwa ia telah mengambil langkah pertama menuju sesuatu yang besar.

***

 

Langit malam telah sepenuhnya menyelimuti kampus, meninggalkan perpustakaan dalam keheningan yang mencekam. Hanya suara samar dari langkah-langkah mahasiswa yang mulai meninggalkan gedung terdengar di kejauhan. Reina masih duduk di tempatnya, mencoba fokus pada layar laptop, tetapi pikirannya terusik oleh hawa dingin yang semakin menusuk. Rasanya seperti ada sesuatu yang mengintai, sesuatu yang tak terlihat namun nyata keberadaannya.

Lihat selengkapnya