BEAUTY BLOOD

quinbbyyy
Chapter #7

Gemerisik Malam di Hotel Terkunci

Pagi itu, suasana Sumber Wangi Hotel and Resort terasa begitu tenang, menyambut awal dari perjalanan besar para finalis Icon Kecantikan Indonesia. Cahaya matahari perlahan masuk melalui jendela kaca tinggi, membiaskan sinar ke lantai marmer yang berkilauan. Aroma teh melati dan kopi hangat memenuhi udara dari sudut lounge, tempat beberapa panitia sibuk menyusun persiapan terakhir untuk acara pembukaan.

Di dalam ballroom utama, deretan kursi telah tertata sempurna, dilapisi kain satin dengan warna putih dan emas. Lampu kristal bergemerlap, memantulkan kehangatan ruangan yang elegan. Tidak ada hiruk-pikuk media atau sorotan kamera yang mengganggu ketenangan. Ini adalah momen khusus bagi para finalis, orang tua mereka, dan para tamu kehormatan untuk benar-benar merasakan makna perjalanan ini.

Para finalis mulai berdatangan satu per satu, mengenakan busana batik khas daerah masing-masing yang membuat ruangan dipenuhi dengan warna dan motif yang kaya akan kebudayaan. Langkah mereka terjaga, postur tegap, dan senyum yang ditata dengan keanggunan. Penampilan harus selalu on point, karena setiap detik adalah kesempatan untuk menunjukkan kualitas terbaik mereka.

Selain para finalis, perwakilan orang tua dan wali hadir dengan penuh haru dan kebanggaan. Pihak kampus serta beberapa pejabat asal domisili finalis juga memenuhi aula, duduk dengan penuh antusias, siap menyaksikan prosesi pelepasan yang begitu istimewa.

Momen yang lebih berharga tiba saat Nicholass Raynard, pengusaha muda sekaligus filantropis terkenal di industri kecantikan, memasuki ruangan. Sebagai pemilik dan CEO PT Sumber Wangi, ia menjadi figur yang dihormati dalam dunia kecantikan dan bisnis. Dengan langkah penuh wibawa, ia berjalan menuju kursi kehormatan, menyambut para finalis dengan tatapan penuh apresiasi.

Namun, kehadiran yang paling mengejutkan adalah Tuan Augustus Raynard dan Nyonya Eleonora Raynard, orang tua dari Nicholass sekaligus pendiri Sumber Wangi Group. Sosok mereka membawa aura keagungan yang begitu kuat, sebuah simbol warisan dan integritas yang telah mereka bangun selama bertahun-tahun.

Sorakan kecil terdengar, namun lebih banyak dari mereka yang memilih untuk berdiam diri, menyerap atmosfer luar biasa yang memenuhi ballroom pagi itu. Acara pembukaan segera dimulai, menandai awal dari karantina yang akan menguji lebih dari sekadar kecantikan.

Acara pembukaan berlangsung dengan kesan mendalam dan penuh kehangatan. Setelah seluruh finalis mengambil tempat mereka di ballroom yang megah, sorotan utama malam itu jatuh pada anak-anak berkebutuhan khusus berbakat yang tampil dengan penuh percaya diri. Mereka adalah bagian dari Yayasan Sumber Wangi Penuh Kasih, sebuah organisasi yang diasuh langsung oleh Nyonya Eleonora Raynard, atau yang lebih dikenal sebagai Nyonya Leonor.

Di panggung yang luas dan berkilauan, anak-anak itu menunjukkan kemampuan luar biasa mereka. Beberapa menari dengan gemulai, sementara yang lain melantunkan lagu dengan suara merdu yang mampu menyentuh hati setiap tamu yang hadir. Tepuk tangan bergema, tidak hanya sebagai bentuk apresiasi, tetapi juga sebagai rasa hormat atas dedikasi yayasan dalam mendukung mereka untuk bersinar.

Setelah penampilan yang memukau, acara berlanjut ke sesi sambutan dari beberapa tokoh penting. Tuan Augustus Raynard, dengan suara berat dan berwibawa, menyampaikan harapan besar bahwa kompetisi ini bukan hanya tentang keindahan fisik, tetapi juga tentang karakter yang mampu menginspirasi.

Kemudian, Nicholass Raynard, sang CEO PT Sumber Wangi, melangkah maju dengan karisma khasnya, membicarakan bagaimana ajang ini akan terus berkembang dan memberi ruang bagi generasi muda untuk membawa perubahan di industri kecantikan.

Sambutan berikutnya datang dari Bayu Pradipta, sang Chairman kompetisi. Ia menjelaskan bagaimana sistem karantina tahun ini akan menjadi yang paling eksklusif dan ketat, menekankan pentingnya disiplin serta fokus selama masa pembinaan.

Terakhir, Winner Icon Kecantikan Indonesia tahun sebelumnya naik ke atas panggung dengan mahkota kemenangannya masih berkilau di bawah cahaya ballroom. Dengan senyum penuh kebanggaan, ia berbagi pengalaman tentang bagaimana kompetisi ini telah mengubah hidupnya, membuka pintu bagi banyak kesempatan, dan membantu dirinya berkembang sebagai sosok yang lebih matang.

Acara pembukaan berlangsung dengan penuh kehangatan dan kebanggaan. Setelah sambutan dari winner Icon Kecantikan Indonesia tahun sebelumnya, layar besar di tengah ballroom mulai menampilkan cuplikan video profil dari beberapa pemenang ajang ini dari tahun-tahun sebelumnya.

Sorakan antusias terdengar saat satu per satu wajah para ikon kecantikan masa lalu muncul di layar. Sosok-sosok yang telah meninggalkan jejak prestisius dalam industri kecantikan dan dunia sosial.

Namun, ketika profil Clarissa Ravindra, atau yang lebih dikenal sebagai Clara muncul di layar, terjadi sesuatu yang tak disadari oleh sebagian besar tamu.

Mata Nyonya Leonor yang sejak tadi berbinar penuh kebanggaan perlahan berubah. Senyumnya menipis, napasnya sedikit tertahan. Tatapannya melekat pada layar, memperhatikan sosok Clara dalam balutan mahkota kemenangannya. Sosok yang pernah bersinar begitu terang yang selalu ia banggakan sebagai calon menantu idaman.

Dan tanpa ia sadari, setetes air mata mengalir perlahan di sudut matanya. Nyonya Leonor tetap diam, tetap menyaksikan layar, tetapi ekspresinya tak dapat menyembunyikan perasaan yang bergejolak di dalamnya. Di sebelahnya, Niko menangkap momen itu.

Tanpa banyak bicara, tanpa gerakan berlebihan, Niko dengan tenang meraih sehelai tisu dari meja kecil di sampingnya, lalu menyelipkannya ke tangan sang ibu. Gerakan itu begitu halus, begitu alami, hingga hampir tak ada yang menyadarinya.

Nyonya Leonor mengedipkan mata sekali, lalu merasakan tisu di tangannya. Sejenak, ia menunduk sedikit, menarik napas dalam, sebelum pelan-pelan mengusap sudut matanya dengan tisu itu.

Tak ada kata yang terucap. Hanya keheningan kecil di antara mereka berdua, sesuatu yang tak perlu dijelaskan dengan suara. Karena mereka berdua sudah memahami apa yang tersirat.

Di panggung, tayangan terus berlanjut. Profil para pemenang lain muncul, menghidupkan kembali suasana ballroom dengan antusiasme. Semua mata tertuju ke layar, semua tamu tetap larut dalam kemeriahan acara. Namun bagi Nyonya Leonor dan Niko, malam ini membawa sesuatu yang lebih dari sekadar perayaan. Sesuatu yang pernah ada. Sesuatu yang masih tersimpan.

Sampailah di akhir acara pembukaan, sebuah momen yang menegaskan aturan eksklusivitas kompetisi tahun ini. Semua alat komunikasi dikumpulkan, tidak hanya milik para finalis, tetapi juga milik panitia, pegawai hotel, dan seluruh orang yang terlibat dalam karantina.

Momen ini disaksikan langsung oleh seluruh tamu yang hadir, menunjukkan bahwa karantina ajang Icon Kecantikan Indonesia benar-benar berlangsung tertutup, tanpa tayangan on-going, tanpa gangguan dari dunia luar. Namun, dokumentasi tetap berlangsung oleh tim dokumentasi yang telah ditunjuk secara resmi akan merekam setiap proses dan perjalanan finalis selama masa karantina.

Tamu undangan perlahan meninggalkan hotel, meninggalkan suasana yang kini lebih tenang namun sarat dengan ketegangan dan antisipasi. Yang tersisa kini hanyalah para finalis, panitia, pegawai hotel, serta beberapa petinggi yang terlibat dalam pemilihan, termasuk Nicholass Raynard sendiri.

Seiring dengan menghilangnya keramaian dari tamu-tamu luar, karantina akhirnya benar-benar dimulai.

Masa yang akan menguji segala hal yang mereka miliki seperti bakat, kedisiplinan, ketahanan mental, dan karakter. Dan mulai detik ini, mereka resmi memasuki sebuah dunia yang terisolasi dari segala pengaruh luar.

***

 

Siang hari tiba, waktunya seluruh finalis Icon Kecantikan Indonesia diarahkan menuju restoran utama hotel yang mewah untuk menikmati makan siang. Restoran itu tidak hanya menawarkan hidangan lezat, tetapi juga atmosfer eksklusif yang dipenuhi dekorasi elegan dengan lampu gantung kristal berkilauan, meja panjang berlapis kain satin, serta pelayanan kelas dunia yang siap menyajikan pengalaman gastronomi terbaik.

Namun, siang ini bukan sekadar makan siang biasa. Para finalis akan menjalani pelatihan table manner, yang menjadi bagian penting dari karantina mereka. Dengan kursi telah ditata berjejer sempurna di sepanjang meja bundar, setiap peserta mengambil tempat mereka dengan postur tegap dan penuh perhatian.

Di depan mereka, berdiri Coach Gabrielle, seorang pakar etiket dan table manner kelas dunia yang didatangkan khusus untuk memberikan pembelajaran. Dengan aura profesionalisme dan keanggunan yang tak terbantahkan, ia memulai sesi dengan suara yang lembut namun penuh wibawa.

"Dalam dunia profesional dan sosial, cara makan yang benar mencerminkan karakter seseorang. Jangan hanya berpikir bahwa ini tentang makan dengan sopan. Tetapi ini adalah seni, sebuah komunikasi tanpa kata, sebuah cerminan diri."

Pelatihan dimulai dengan sesi penggunaan alat makan yang tepat, di mana para finalis diajari tentang posisi garpu, pisau, dan sendok sesuai standar internasional. Mereka diperkenalkan pada teknik continental dan American style, bagaimana menggenggam peralatan dengan elegan tanpa terlihat canggung, serta bagaimana mengatur ritme makan agar terlihat alami.

Di tengah peserta yang tampak serius memahami setiap arahan, Reina, Tiara, dan Sasha duduk berdampingan, menyimak dengan penuh perhatian.

Tiara, yang sejak awal memiliki kebiasaan makan cepat, berusaha keras untuk mengikuti arahan dengan lebih tenang. Sesekali ia melirik ke piringnya, memastikan bahwa ia memotong steak dengan cara yang benar sesuai dengan teknik yang diajarkan.

Lihat selengkapnya