“Sheren! Nih cokelat lagi!” ujar Arora sambil menaruh sebatang cokelat di atas meja Sheren.
Sheren menutup novel tebalnya kemudian melirik cokelat berpita yang nampak manis itu.
“Dari siapa lagi?” tanyanya sambil merobek bungkusan cokelat kemudian melahapnya.
“Dari kakel gatau siapa. Please deh, bagi-bagi kek! Lo kan tiap jam dapet coklat masa nggak mau bagi bagi ke gue? Nanti gendut loh!” ujar Arora sambil berusaha menggapai cokelat di tangan Sheren.
“Gamau! Ini cokelatnya mahal, nanti kalo ada yang ngasih cokelat lagi lo ambil deh!” ujar Sheren.
Arora mendengus kemudian duduk di kursinya dan sibuk dengan ponsel.
“Ehm, permisi.”
Sheren dan arora mendongak, mereka mendapati seorang cowok berkacamata dan berkulit sawo matang menghampiri mereka.
“Iya? Ada apa?” tanya Arora.
“Ini, buat Sheren. Dimakan ya? sama gua kasih note, kalo sempet tolong dibales,” ujarnya sambil menatap Sheren.
Sheren bahkan tidak tertarik, ia hanya kembali menunduk membaca novelnya.
“Oh iya iya! Sini gue yang terima, Sheren lagi khusyuk baca novel” ujar Arora sambil menerima batang cokelat itu.
Cowok tadi masih membeku ditempat dan memperhatikan Sheren.
“Eh udah tinggalin aja, nanti kalo dia bales surat lo, lo gue kabarin kok. Nama lo Keenan kan?” ujar Arora.
“Bukan, gue Darrel,” ujar cowok itu sambil memperbaiki kacamatanya yang melorot.
“Loh bukannya Keenan? Lo yang kemaren ngasih buket bunga bukan?”
Cowok itu menggeleng.
“Ooh bukan, y—yaudah lo bisa pergi sekarang,” ringis Arora sambil menyengir.
Darrel mengangguk, setelah menatap Sheren sekilas kemudian ia benar-benar pergi meninggalkan kelas.
“Yes! Rejeki gue!” gumam Arora sambil merobek bungkus cokelat dari Darrel.
Sheren menutup novelnya kemudian menatap Arora
“abis ini kalo ada yang ngasih tolak aja, gue juga udah mulai merasa gendut,” ujar Sheren sambil memegang pipinya.
Arora mengangguk kemudian mengacungkan jempolnya.
“Ternyata bener, di sekolah ini cowo yang waras cuma gue.”