“Gimana rasanya setiap hari di hadiahin cokelat sama anak satu sekolah?” tanya Axel.
“Bosen” singkat Sheren. “Kalo lo gimana? Lo kan juga punya banyak secret admirer,” Sheren balik bertanya.
Axel tertawa singkat “Seru, gue baca bacain isi surat mereka. Lucu lucu, kadang gue bales.”
Sheren menoleh cepat “ih fakboi!”
Axel terbahak “Sebenernya nggak gitu, Cuma gue berusaha untuk menghargai mereka. Gue juga berterima kasih mereka udah nyimpen rasa ke gue, gue sendiri nggak paham mereka kagum sama gue dari apanya,” Axel mendengus geli.
Sheren mengangguk-angguk.
“Tapi kalo lo jangan bales surat dari para secret admirer lo itu, cukup lo terima, itu juga mereka udah seneng,” ujar Axel.
“Kenapa?”
“Gue gak suka, lo cukup bales gue. Jangan yang lain, gue takut gue bakal cemburu nantinya,” ujar Axel sambil menatap Sheren, cowok itu seakan memindai sepasang netra cokelat milik Sheren.
Sheren terpaku saat mendapat tatapan lembut dari axel, gadis itu bahkan tidak bekedip. Hal yang sangat cheesy itu justru terdengar indah bagi Sheren.
“Kamu.”
Sheren dan Axel menoleh saat sebuah suara terdengar tertuju untuk mereka.
Mata Sheren terbelalak saat mendapati Namjun berdiri disana dengan tangan disilangkan didapan dada.
“Siapa ren?” tanya Axel.
“Kak Namjun kok bisa ada disini? Ngapain sih?!” omel Sheren sambil bangkit dari duduknya.
Axel ikut berdiri kemudian memegang tangan Sheren dan membawanya ke belakang tubuhnya.
“Lo siapa?” dingin Axel.
Namjun nampaknya sama sekali tidak mempedulikan Axel, cowok itu tetap memusatkan pandangannya kepada Sheren.
“Kamu sudah—”
“Dia kakak sepupu gue xel! Namanya kak Namjun,” potong Sheren sambil memposisikan dirinya di antara Axel dan Namjun.
“Kak, ini temen gue. Axel” ujar Sheren.
Namjun kini beralih menatap Axel dingin, ia memindai Axel dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“Dia bukan Arven,” ujar Namjun.
Mata Sheren terbelalak.