Permainan kasti, materi olahraga yang tidak pernah disukai Sheren.
Dia tidak bisa berlari dengan cepat, menangkap bola, atau memukul dengan kencang.
Sheren benci kasti. Lebih tepatnya dia benci olahraga.
Tapi tidak dengan Arora, gadis itu sangat menyukai olahraga tanpa harus khawatir kulitnya terbakar. Arora memiliki kulit yang baik sehingga tidak mudah menghitam akibat matahari.
“Ayo ren sini!” panggil Arora sambil mengayunkan tongkat kastinya di udara, Arora siap menjadi pemukul.
Sheren menggeleng, dia memeluk lututnya di bawah pohon rindang yang melindunginya dari terik matahari.
Arora mencibirnya dari sana, kemudian gadis itu bersiap memukul dengan tongkatnya.
“Kenapa nggak ikutan? lo jaga pos aja.”
Sheren menoleh menatap Axel.
Gadis itu mengulum senyum “Nggak deh, panas banget.”
Axel terkekeh singkat.
“Matahari pagi bagus loh padahal, bagus buat kulit lo juga.”
“Tapi nanti kulit gue kebakar, gue gamau,” ujarnya.
Axel tertawa kecil “Yaudah, lu semangatin gue aja ya? abis Arora giliran gue,” ujar Axel.
“Oke, semangat axel!” ujar Sheren.
Axel tersenyum sambil memakai topi putihnya dan menuju lapangan tepat setelah Arora memukul bola hingga terpental jauh.
Sheren tersenyum tipis, mendadak jantungnya kembali berdebar saat mengingat bagaimana Axel menembaknya kemarin.
“Lo itu ratu di sekolah kita, hampir satu sekolah naksir sama lo. Gue sadar saingan gue banyak, tapi gue bertanya tanya apakah lo bisa jadi ratu di hati gue ren?”
“Masih belum mencari Arven?”
Sheren terkesiap saat mendengar suara Namjun, ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
“Nggak mungkin kak Namjun ke sekolah gue, Cuma halusinasi kan?” gumamnya.
Tuk
“Aw!” pekiknya kemudian menoleh.
“Saya bukan halusinasi kamu Ryu, saya benar disin.” omel Namjun setelah melemparkan kerikil kecil yang mengenai bahunya.
Sheren mendengus kemudian berdiri dan sedikit membersihkan celananya.
“Panggil gue Sheren kenapa sih? Ryu terus,” kesalnya.
“Ryujin kan cantik.”
“Iya sih, Ck! Kak Namjun ngapain kesini sih?!” omel Sheren.
“Mana Arven.”
“Mana gue tau?!”
Namjun memijat pelipisnya “Kamu belum cari dia?”
“Beneran harus dicari, apa? Nanti sore gue mau nerima Axel jadi pacar gue!”
Namjun sedikit terkejut “Jangan! kamu cari saja Arven.”
“Emangnya Arven beneran jodoh gue? Kalau ternyata Axel yang jadi jodoh gue gimana? Kan kakak sendiri yang bilang kalau itu 99% benar, bukan 100%.” Sheren mulai meninggikan nadanya.
Namjun menghela kemudian menyilangkan tangannya.
“Kamu bilang pada saya kalau kamu tidak mau berpacaran, lihat sekarang siapa yang berpacaran. Kamu menjaga jodoh orang lain Ryu.”
“Terserah! Kak Namjun gausah dateng dateng lagi! Gue bisa urus hidup gue sendiri, kakak gak perlu ikut campur,” ujar Sheren lalu meninggalkan Namjun.
“Cari Arven, atau kesialan akan selalu mengintai kamu.”
Langkah Sheren terhenti, kemudian ia memutar tubuhnya.
“K—Kak Namjun?”
Sheren terkesiap saat tidak menemukan Namjun disana.
“Ren, kok lo nggak ngeliatin gue sih? Gue keren banget loh tadi”, ujar Axel sambil mengelap pelipisnya dengan handuk.