Sheren bolos lagi, setelah sadar dari pingsan beberapa menit lalu kini ia kabur ke rooftop sekolah.
Dirinya sangat kacau, dia sungguh terkejut saat bertemu Arven.
Iya, dia terkejut. Rupa Arven tidak seperti yang ada dalam bayangannya, cowok itu memang rupawan, namun sangat jauh dari tipe idealnya. Bahkan jika disuruh memilih Arven atau Sean, Sheren bisa saja memilih adiknya sendiri untuk dikencani.
Sheren mencak-mencak tidak jelas sambil mengacak rambutnya frustasi.
“Nggak Ren, pasti bukan dia! bukan dia pasti bukan dia! kak Namjun cuma mengada ada Ren,” ujarnya untuk menenangkan diri.
Tapi tetap saja, dia tidak pernah menyangka Arven, pemilik nama indah itu ternyata tidak sesuai ekspetasinya—argh! Sheren sangat kesal!
“Lupain Arven, dan terima Axel,” gumamnya sambil mengatur napas.
Sheren mengangguk mantap kemudian membalikkan tubuhnya hendak kembali ke kelas.
“Ada apa?”
“Astaga kak Namjun!” pekik Sheren hampir terlonjak.
Namjun berdiri tak jauh di hadapannya sambil menyilangkan tangan dan menatapnya dengan ekspresi datar seperti biasa.
“Kamu sudah menemukan Arven, mengapa masih membahas Axel?”
Sheren melengkungkan bibirnya ke bawah.
“Kak, bisa lupain janji gue gak? Anggep kita nggak pernah ketemu ya? biarin gue hidup normal tanpa tau siapa jodoh gue,” rengeknya sambil menatap Namjun.
Namjun menggeleng.
“Dua kesialan sudah menimpa kamu kemarin, namun mereka pergi setelah kamu menemukan Arven. Jika sekarang kamu mengabaikan Arven, hal lebih buruk akan terjadi,” ujar Namjun.
Sheren mendengus lelah “Terus gue harus gimana? Arven nggak sesuai ekspetasi gue, gue nggak mau!”
“Jodoh tidak akan kemana, seberapapun kamu menjauh dia akan tetap datang. Terimalah.”
Mata Sheren sudah mulai berkaca-kaca, gadis itu mengigit bibir bawahnya untuk menahan tangis.
Namjun menghela singkat “Ryu, jangan nangis dong,” ujar Namjun sambil menaruh telapak tangannya di atas kepala Sheren.
Tangis Sheren pecah, gadis itu berjongkok sambil menangkup wajahnya dan menangis kencang.
Namjun menjadi bingung, ia melihat sekeliling berjaga-jaga kalau ada seseorang yang melihat.
“Ryu, jangan nangis nanti kakak dikira jahatin kamu,” ujarnya panik.
Namjun pun ikut berjongkok sesekali mengawasi sekeliling.
“Gue gamau kak, gue ilfeel duluan,” ujarnya.
Namjun menghela napas berat, tersirat sedikit penyesalan didalam hatinya telah membuat gadis labil seperti Sheren membuat janji terkutuk itu.
“Gamau! gue nggak mau! kakak nggak bisa batalin perjanjiannya?”