Because I Know

Rizqiqa Adibya
Chapter #10

Waktu senja, dan maghrib

“Kenapa nggak mau kuantar naik motor? Kamu kan jadi lelah,” uja Arven.

Sheren mengulum bibirnya “Biarin aja, biar bisa lama bareng kamu. Aku mau ngobrol banyak sama kamu,” ujar Sheren.

“Lagian kamu nggak pake kacamata, takut kamu kesusahan.”

Arven hanya tersenyum tipis, mereka berdua berjalan bersama sambil menikmati indahnya langit senja.

“Oh iya, soal Axel—”

Sheren menoleh “Kenapa?”

“Hati-hati, dia berbahaya. Jangan dekat-dekat dia,” ujar Arven.

Sheren mengangguk samar.

“Kayaknya kamu udah kenal ya sama dia, kalian kenal dimana?” tanya Sheren.

Arven sempat terdiam beberapa detik kemudian ia menoleh “Ceritanya panjang, intinya jangan dekat-dekat dia.”

Sheren mengangguk kemudian mengangkat tangannya di samping pelipis dan menghadap Arven.

“Siap laksanakan!” ujarnya kemudian tertawa.

Arven tersenyum dan tertawa kecil “Kamu lucu,” ujarnya.

Mata Sheren melebar, ia menangkup mulutnya saat melihat kejadian langka ini.

Arven dengan senyum dan tawa kecilnya, ditambah pujian sederhana lolos begitu saja dari bibirnya.

Sheren memalingkan muka, menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah. Gadis ini tidak pernah tersipu dengan mudah, namun 2 kata sederhana dari Arven sukses membuatnya tak keruan.

“Dan ini—” suara Arven sambil menggamit pergelangan tangan Sheren, ia melepaskan gelang berantai pemberian Axel kemudian menyimpannya di dalam saku.

“Jangan dipakai lagi, jangan diingat lagi, buang saja dia dari pikiranmu,” ujarnya.

“Iya, Cuma ada kamu kok disini,” ujar sheren sambil menunjuk kepalanya.

Arven tidak bisa menyembunyikan senyumnya, senyum tipisnya benar-benar tak ingin pergi.

Gadis itu menunduk menatap tangan mereka yang tidak tertaut, kamudian perlahan-lahan ia menyelipkan jarinya di sela-sela jari Arven.

Arven terkesiap, ia merasakan seperti ada sengatan listrik yang mengalir setelah dari jemari Sheren yang menyentuh tangannya dengan lembut.

Sheren tertawa melihtan ekspresi Arven yang amat kaku.

“Jangan kaku begitu Ven,” ujarnya.

Sheren benar-benar merasa lucu saat melihat Arven dengan segala sikap canggungnya itu.

Tiba-tiba Langkah mereka terhenti, terdengar suara adzan Maghrib bersahutan dari masjid sekeliling mereka.

“Kenapa? Kamu mau solat dulu ya?”

Arven mengangguk.

“Ayo ikut, kamu juga harus sholat. Aku tau masjid bagus di sekitar sini, kamu akan suka.”

Arven mengenggam tangan Sheren kemudian menariknya halus, membawanya berbelok ke jalan besar yang dipenuhi lampu-lampu jalan.

Sheren mengulum senyum sambil menatap tangan mereka yang tertaut, terlebih kali ini Arven lah yang menggenggam.

Hingga mereka sampai di pelataran masjid yang luas, masjid yang indah bercat putih dengan sedikit detail emas yang membuatnya megah.

Banyak anak laki-laki berlarian menggunakan sarung dan peci, para bapak dan ibu-ibu juga sudah mulai berdatangan.

Lihat selengkapnya