Mereka berdua—Sheren dan Reon berjalan berdapmingan menyusuri koridor sekolah dengan tenang.
Entah kenapa kali ini benar-benar tenang, tanpa para cowok yang mencegat mereka untuk memberi Sheren hadiah kecil atau cokelat.
Sheren menyadari hal itu, semua sedikit berbeda. Sesekali gadis itu pun menangkap basah mereka yang memperhatikan dirinya kemudian cepat-cepat mengalihkan pandangan saat Sheren melihat mereka.
Namun Sheren membuang jauh-jauh rasa penasarannya, gadis itu hanya bersikap seperti biasa di samping Reon.
“Ra, ada apaan?” tanya Reon pada Arora begitu mereka sampai di kelas.
Sepertinya bukan hanya Sheren, sepertinya Reon menyadari atmosfer yang berbeda dengan sekolah hari ini.
Raut wajah Arora menegang, gadis itu melihat sekeliling kemudian bangkit dari kursinya.
“Sini-sini!” gadis itu menarik lengan Sheren dan Reon keluar ke balkon kelas melalui pintu berukuran sedang di sudut ruangan.
“Apa sih?”
Arora membuka ponselnya dan nampaknya sedang mencari sesuatu.
“Ini liat snap WA nya anak IPS!” ujar Arora sambil menyodorkan ponselnya
Ratu sekolah apanya? Haha ngawur lo pada
Cewe kok mainin perasaan cowo, hatinya dimana ya mbak?
Mata lo pada buta apa begimana sih? Cewe begitu di kasih julukan ratu.
Sheren mengernyitkan dahi.
“Terus ini di twitter mereka pokoknya, gak tau gue dapet dari anak MIPA 3”
Arora kembali menunjukkan beberapa screenshoot berisi cuitan twitter.
“Padahal gue dari awal emang gak pernah suka sama itu cewe sih, sahabat cowo gue bela-belain beli cokelat mahal buat dia tapi tu cewe bilang terima kasih aja enggak. Gapunya etika bangke!”
Replied ; “gw jg bingung knp cowo2 ngeliatin dia kyk apaan au kl dia jalan di lorong, kyk ad artis ajh”
Replied ; “valid! No debat!”
Sheren menggigit bibir bawahnya kencang, dadanya mendadak sesak membaca itu semua.
Reon berdecak “Ini sebenernya ada apa sih? Jelasin dong!” desak Reon.
Arora pun ikut berdecak, ia menatap kedua kawannya secara bergantian kemudian sedikit menengok sekeliling takut kalau akan ada yang mendengar.
“Axel”
Sheren terkesiap saat mendengar nama itu disebut.
Sementara Reon masih tidak mengerti.
“Lagian kemaren lo kemana sih Reeen? Kalo kemaren lo dateng ke taman kan nggak akan begini jadinya…,” ujar Arora sambil memasang wajah gemas dan prihatin kemudian mengusap pipi Sheren.
“G-gue lupa Ra, gue serius gue lupa beneran!” ujar Sheren, ia benar-benar tidak menyangka masalah ini akan menjadi jauh lebih besar dari perkiraannya.
“Sumpah Ra, gue masih gak ngerti ini ada apa.”
Arora berdecak lagi, kali ini ia memandang Reon gemas.
“Axel, Reooon! ini soal Axel. Jadi waktu itu kan Axel nembak Sheren, terus kemarin sore dia minta Sheren dateng ke taman untuk minta jawaban Sheren. Dia udah ngumpulin anak-anak hampir seangkatan untuk jadi saksi resminya hubungan mereka—”
“Tapi gue nggak dateng,” potong Sheren sambil menggigit bibirnya frustasi.
Reon menghela kasar
“Baperan,” ujarnya sambil mendecih
“Bukan soal itu! Axel kayaknya ngamuk kemarin di depan anak-anak angkatan, terus admirer dia pada dendam ke lo Ren,” jelas Arora sambil meremas tangannya gelisah.
Reon mendengus.
“Banci!” umpatnya kemudian kembali masuk ke kelas, ah bukan! Reon justru berjalan lurus keluar dari kelas dengan terburu-buru.
Arora berdecak untuk yang kesekian kalinya “Kayaknya Reon mau nyamper Axel, lo tunggu disini aja ya? gue—”
“Gue ikut Ra!”
Arora menggeleng “Ren…, admirernya Axel gak sejinak kelihatannya, lo tunggu disini aja!” ujar Arora sambil berlari meninggalkan Sheren di balkon.
Sheren memanyunkan bibir sambil mencerna semua informasi yang Arora berikan tadi, ia benar-benar lupa kemarin! Ia terlalu bersemangat soal Arven.
“Oh iya Arven!” ujarnya saat tiba-tiba teringat akan Arven.
Ia buru-buru meninggalkan Balkon kemudian masuk ke kelas.
“Belajar apaan lo? sok rajin!”
“Tau, nyokap lo kan dukun, suruh aja dia bacain lo mantra biar lo pinter. Gausah susah-susah belajar.”
Sheren mengepalkan tanganya gemas saat melihat Raka dan teman-temannya sedang iseng mengganggu Arven yang memang sedang membaca buku biologi di kursinya.
Bukan hanya menganggu dengan kalimat kalimat menyebalkan, mereka juga memainkan rambut Arven dan menusuk-nusuknya pipinya dengan pulpen.
Tentu Arven hanya diam.
“Raka ih! Lo ngapain sih? Balik sana ke kursi lo!” ujar Sheren sambil mendorong-dorong tubuh lelaki itu dan teman-temannya agar menjauh dari Arven.