Gadis dengan tatapan angkuh itu berdecak kesal.
“Ma, lagian ngapain sih ngurusin keluarga mereka? Nggak capek? Nggak sayang sama uang? Kebutuhan keluarga Axel nggak sedikit loh, dia punya adik bayi, butuh babysitter, ibunya juga gila—”
“Kalyla, jaga omongan kamu! Mama nggak suka!” sergah mamanya.
Kalyla melengos malas kemudian melirik papanya, pria itu bahkan tidak mempedulikan obrolan Kalyla dan mamanya. Pria itu fokus berkutat dengan tablet berukuran sedang, sambil sesekali menyuap roti panggang ke mulutnya.
Sibuk dengan pekerjaan.
Kemudian Kalyla menghela kesal, gadis itu meneguk habis susu di gelasnya kemudian meninggalkan meja makan.
“Pak, ayo berangkat!” pinta Kalyla pada sopirnya, kemudian begitu saja keluar rumah.
Mamanya hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Kalyla. kalau sudah begini biasanya ia akan langsung memblokir kartu kredit Kalyla barulah gadis itu akan memohon maaf atas omongan sarkas dan sikap tidak sopannya.
✨✨✨
“Jam berapa neng?” tanya pria paruh baya berseragam rapih yang mengemudi mobil ayah Kalyla—itu sopirnya.
Kalyla menggeleng “Bapak standby aja disini, kayaknya aku bakal bolos lagi. Jadi bapak parkir aja, jangan pulang.”
Pria itu terdiam sebentar, tapi kemudian ia mengangguk cepat.
“Iya neng, sekolah yang rajin ya neng.”
Brakk
Tanpa menjawab pesan dari sopirnya, Kalyla keluar dan membanting pintu mobil.
Kemudian ia melangkah angkuh memasuki loby sekolah Grahita yang sudah dipadati murid-murid lain.
Beberapa lelaki menyapanya, Kalyla hanya membalas alakadarnya.
Gadis modis ini tidak memiliki teman tetap sebenarnya, ia berteman dengan semuanya. Atau lebih tepatnya tidak ada yang mau benar-benar berteman dengannya.
Sikapnya melelahkan, menjengkelkan, namun siapapun yang berteman dengan Kalyla pasti akan dipandang dan populer seketika.
Semenyebalkan itu sistem berteman di Grahita.
Tiba-tiba mata tajam Kalyla menangkap sosok Zara yang sedang mengambil beberapa buku dari loker.
Ia memiringkan kepala kemudian memutuskan untuk menghampiri nya.
“Excuse me,” ujarnya.
Zara menoleh “Oh hai La, kenapa?”
Kalyla menghela “Kalyla, jangan la.”
“oh oke, Kalyla.”
“Lo masih miskin kan? masih kerja di mini market?” tanyanya.
Zara menghela, kemudian ia memeluk bukunya lalu menutup pintu loker.
Sungguh ia kesal berhadapan dengan gadis ini. Kalian bisa nilai sendiri, obrolan pertama saja sudah membuat jengkel.
“Iya, aku masih kerja paruh waktu disana. Kenapa? Kartu kredit mu di blokir lagi? Jadi mau ikut aku kerja paruh waktu?” ujar Zara sambil memberanikan diri untuk sarkasme.
Kalyla mendecih “Maaf, nyokap gue nggak akan blokir kartu kredit gue lagi. Kalaupun kartu kredit gue di blokir,” ia mengacungkan ponsel bermerknya “Gue masih punya uang disini,” sambungnya sambil tersenyum miring.
“Bisa kamu to the point saja? Aku ada kelas tambahan pagi ini.”
“Ya ya ya, oke. Jadi gini, lo masih berhubungan sama si anak pelakor kan? gue denger sekarang dia juga miskin jadi kerja di mini market bareng lo.”
Zara sungguh sedang mengumpat dalam hati, apa kata-kata yang keluar dari mulut kalyla tidak ada yang setidaknya enak untuk didengar?
Gadis itu baru saja menanyakan soal Arven.
“Maksud kamu Arven? Iya, aku masih sering bertemu dengan Arven.”
Kalyla mengangguk “Betah lo sama dia ya, BTW apa dia kenal Axel? Dia anak SMA Aasmita kok, sepupu gue.”
Zara menggeleng tidak tahu—ia berbohong lagi. Jelas ia tahu kalau Axel dan Arven saling kenal.
“Ah serah deh, pokonya lo bilangin Arven, suruh dia bilang ke Axel biar gausah ngemis ke rumah gue lagi! Titik!” katanya kemudian pergi.
Zara masih mematung sambil mencerna deretan omong Kalyla barusan.
Kemudian ia mendecih samar “Dasar.”
-
“Hei! Udah lama?” sapa Zara sambil menghampiri Sheren yang duduk di kursi taman paling pojok.
Sheren mengangguk “Lumayan, lo kemana?”
“Sorry ya, shalat dulu.” ujar Zara sambil mengacungkan kantung mukena kecil.
“So, lo mau jelasin semuanya kan?”
Zara mengangguk “Ayo!”
Kedua gadis itu berjalan berdampingan menyusuri lorong-lorong di SMA besar ini, Sheren yang Nampak agak mencolok karena tidak memakai seragam kini menjadi perhatian murid-murid yang lewat.
“Kamu se-populer itu ya? bahkan di sini pun kamu menjadi pusat perhatian,” bisik Zara.
Sheren menghela miris “Gak lagi, semua udah beda. Mungkin mereka semua ngeliatin gue gara-gara tau apa yang udah gue lakuin.”
Zara menoleh “Kamu berjanji untuk menceritakan semuanya kan? bagaimana kalau kamu duluan.”
“Fine.”
-
Sean berjalan keluar dari ruang osis sambil sibuk mengerjakan latihan soal Bahasa Inggris lewat aplikasi belajar.
Cowok itu benar-benar sibuk, rapat osis terus terusan diadakan membuatnya harus melewati banyak pelajaran. Inilah satu-satunya cara agar ia dapat terus mengejar pelajaran yang tertinggal.
“Sean!”
Sean menoleh.
“Oh, Kak Gauri? Kenapa kak?”
Gauri tersenyum kecil “Gak usah pake kak ah! Gauri aja biar akrab.”
Sean tersenyum kecut “O-oh gapapa, gak sopan.”
Gauri terkekeh kecil
“Oke, oke gapapa. BTW kakak kamu belum sekolah ya?”
Sean menghela kecil kemudian menggeleng.
“Aduuh kasian banget ya, gimana keadaan nya sekarang? pasti dia sedih banget ya?”