“Kak, mau kemana?” tanya Sean.
Sheren hanya diam sambil menyisir rambutnya dan sedikit merapihkan bajunya.
Karena tidak mendapat respon, Sean pun masuk menghampiri Sheren di depan cermin.
“Kak, lo kenapa sih? Dari kemaren kayaknya kesel banget sama gue, emang gue kenapa?”
Sheren menatap adiknya melalui cermin kemudian berbalik badan menatap Sean secara langsung.
“Sejak kapan deket sama Gauri?” tanya Sheren dingin.
Sean terkesiap sebentar, kemudian mendengus geli.
“Jadi gara-gara SG nya Kak Gauri? Yaampun kak—”
“Gue nggak ngelarang lo pacaran ya dek! Tapi kenapa harus sama Gauri sih? Emangnya gak ada cewek normal lain yang bisa lo sukain? Kenapa harus Gauri?!” potong Sheren.
Sean mendengus “Gue sama Kak Gauri Cuma temen osis kok!”
“Gue yakin lo nggak bego Sean! Lo tau kan dia suka sama lo?!”
Sean meraba tengkuk “I-iya gue tau—”
“Tuh kan tau! terus kenapa masih diem aja?! Lo gatau apa dia tuh busuk hah?!” Sheren nyaris berteriak.
Namun Sean malah menghela santai “Iya gue tau, lo tenang aja Kak.”
“Gimana bisa tenang—”
Tiin tiin
Keduanya menoleh ke arah jendela, setelahnya Sheren buru-buru mengambil tasnya, dan merapihkan poninya sedikit.
“Gue pergi dulu! Kalo mama pulang bilang gue lagi makan malem sama calon besannya mama!” pesan Sheren sambil keluar kamar dengan terburu buru.
Sean cepat-cepat mendongak ke jendela, mengintip kakaknya yang sedang berinteraksi dengan Arven sekarang.
Sean mendengus geli “Udah nyebut calon besan aja, kayak mau nikah besok,” cibirnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Ddrrt
Ponselnya bergetar singkat, Sean merogoh sakunya kemudian memeriksa notifikasi yang masuk.
Gauri : Sean, hari ini jadi temenin aku ke acara nikahan temen ayah kan?
Sean menepuk jidatnya, ia lupa kalau ia sendiri memiliki janji hari ini.
Sean : Iya, setengah jam lagi aku di depan rumah.
✨✨✨
“Ya Tuhan! Cantiknya!”
Sheren hanya tersenyum selebar mungkin mendengar banyak sekali pujian yang ia dapatkan semenjak menginjakkan kaki di rumah besar ini.
Pujian barusan datang dari wanita cantik yang ia ketahui sebagai Kiran—Mamanya Arven.
Wanita ini sempat tak Sheren kenali, mengingat terakhir melihat nya wanita itu sedang menangis meraung-raung di pemakaman.
Hari ini di suasana yang berbeda, Sheren dapat melihat kecantikan yang jelas terpancar dari diri Kiran.”
“Makasih tante,” Sheren menunduk kecil.
“Ayo ayo! Masuk!” Kiran menggiring Sheren dan Arven masuk ke ruang tengah yang sedikit ramai oleh wajah-wajah yang asing bagi Sheren.
Namun ia yakin kalau Arven kenal mereka semua, pasalnya semua langsung antusias menyambut Arven.
“Arven kamu dateng? Wah bawa siapa?”
“Anaknya tante Kiran ada dua ya? atau yang cewek itu pacarnya?”
“Oh ini anaknya Kiran, Cakep ya?”
Arven hanya melempar senyum hangat sambil menyalami beberapa di antara mereka.
Sheren mendadak kaku dan bangun, ia tak tahu harus melakukan apa. Sampai matanya menatap sosok seorang cowok yang duduk sendiri dengan earphone terpasang di telinganya.
Itu Axel.
Mata cowok itu kini sudah benar-benar bertemu dengan matanya, ia terdiam kemudian melempar senyum tipis lalu pergi dari sana.
“Oh wow! Lo bahkan dateng disini? Gue kaget deh!”