Seperti yang Rawnie katakan, ini benar-benar sebuah sebuah gedung. Gedung besar, yang terletak tepat disamping perusahaan besar milik ayahnya Reon.
Sheren terkekeh geli membayangkan Reon berdiri di depan, menatap pesta ulang tahunnya yang di selenggarakan besar-besaran seperti anak kecil.
“Gede banget ya Ren tempatnya, orang kaya emang beda.” Komenar Arora sambil mengunci mobilnya.
Sheren mencebik “Ngaca dong! Keluarga lo juga holkay!”
Arora tertawa “Ngaca juga!”
kedua gadis itu kemudian menatap Jenan yang tengah bercermin di kaca mobil.
“Woi! Lama lu!” teriak Arora.
Jenan tertawa kecil sambil bergegas menyusul kedua kawannya.
“Sori, gue jarang dateng ke pesta ginian jadi harus cakep.” Katanya sambil mengulung lengan baju.
“Nggak cakep tuh, biasa aja,” ujar Arora sambil bercermin melalui ponselnya.
Sheren menyenggol Arora sambil menatapnya jahil “Boong, suka kan lo!” bisiknya.
“Aw! Aw! Canda!” Sheren meringis setelah Arora mencubit kecil pinggang nya.
“Diem! Gak usah bacot!”
Jenan menahan tawa, karena sesungguhnya ia mendengar bisikan Sheren tadi.
Ketiganya memasuki gedung megah ini, kemudian menaiki lift hingga sampai di ballroom yang tak kalan megah.
Hembusan pendingin ruangan dan bau semerbak bunga musim panas menyambut mereka.
“Gila, berasa datengin nikahan Reon dah,” ujar Sheren.
“Jangan-jangan beneran nikah lagi!” kelakar Arora.
Kedua gadis itu tertawa, seperti remaja pada umumnya mereka bertiga berswafoto di tempat tempat bagus yang disiapkan disana.
Ballroom itu ramai dengan anak-anak Sasmita, namun herannya banyak owanita dan pria paruh baya berpakaian glamour disana.
Benar-benar seperti sebuah pernikahan atau pertemuan perusahaan yang resmi.
“Kok rame sama bapak-bapak perusahaan gitu ya? kita nggak salah lantai kan?” tanya Arora sambil celingak celinguk.
Jenan menggeleng “Tuh, ada ayahnya Reon.” Jenan menunjuk seorang yang terlihat berwibawa di tengah Ballroom, nampak tengah mengobrol dengan seorang berjas hitam lainnya.
“Kok lo tau itu ayahnya Reon? Gue aja gak tau,” komentar Arora.
“Pernah liat waktu acara rapat.”
Sheren tertawa “Iya bener itu ayahnya Arven kok, mungkin beliau ngundang orang orang penting juga jadi rame begini.”
Arora mengangguk-angguk.
Mereka bertiga pun menuju tengah ballroom, bertemu dengan anak-anak anak lain, dan beberapa kerabat Reon yang Sheren kenal.
“Kak..,” sapa Sean Ketika mereka berpapasan.
“Eh Sean! Hey Gauri..,” Arora menyapa Sean dan sempat sedikit ragu untuk menyapa Gauri yang jelas jelas bergandengan dengan Sean.
Sheren berpura-pura tidak melihat kemudian cepat-cepat menarik tangan Arora.
“Eh, temenin gue cari Arven yuk!” ujarnya kemudian berlalu.
Sean terdiam melihat sikap kakaknya, kemudian ia melirik Gauri yang ada di gandengannya.
“Sean! Ayo!”
Sean mengangguk kemudian mereka berdua kembali berjalan.
Sheren berusaha mengalihkan pembicaraan kedua temannya yang sejak tadi menanyakan hubungan Sean dan Gauri.
“Eh! Bantuin gue cari Arven napa! Gue gamau jadi nyamuk terus nih!” ujar Sheren.
Arora menjengit “Nyamuknya siapa emang?”
“Lo berdua!”
“Emang kita ada apaan, yakali gue sama dia! Ih cewe bar bar!”
“Emangnya gue mau sama lo! Ew!”
Sheren terkekeh, ia tahu betul perasaan masing masing dari mereka. Hampir setiap malam Arora curhat soal perasaan nya pada Jenan.
“Udah ah! ayo cari Arven, gue telpon deh!” Arora mengeluarkan ponselnya kemudian menghubungi Arven.
Sudah beberapa menit mereka menghubungi Arven, dan berkeliling Ballroom mencari cowok itu, namun belum juga telihat helaian rambutnya.
“Ren, kita samperin Reon dulu gimana? Kita kasih kado dulu,” saran Jenan.
Sheren merengut, kemudian mengangguk.
“Iya deh, nih kadonya berat juga.”