4 tahun setelahnya.
“Eh, abis ini nongkrong di Café yuk!” ajak Jenan sambil menutup laptopnya.
Arora berdecak kemudian menjitak kepala Jenan, “Nongkrong mulu mentang mentang punya duit! Skripsi gue gimana anjir!” omel Arora.
Jenan merengut “Yaelah, sehari doang lagi! Tapi yaudah kalo nggak mau gue traktir.”
Arora menoleh, “Demi apa mau traktir? Gaskeun lah!”
Jenan mencibir, sementara Sheren tertawa melihat kekonyolan kedua sahabatnya itu.
Begitu mereka lulus SMA, Ayah Arora mempercayakan sebuah Café untuk di kelolah oleh Jenan. Karena Jenan sukses mengelola Café hingga membuka beberapa cabang dan mendapat banyak pelanggan, kini Jenan membuka café miliknya sendiri.
Sejak itu hidup Jenan menjadi lebih baik, dan dapat ikut berkuliah bersama Sheren dan Arora setelah mengejar banyak materi sekolah selama setahun.
“Reon Ren! tanyain dia mau ikut nggak?”
Sheren mengangguk “Oke gue telpon.”
Gadis itu merogoh tas mengambil ponselnya kemudian mencari kontak Reon.
“Halo, kamu dimana?”
“Dihatimu,”
Sheren cepat-cepat menoleh ke belakang, dan benar saja Reon berada tepat di belakangnya.
Sheren tertawa lebar kemudian memukul pelan lengan Reon.
“Kebiasaan! Apa banget gombal receh!”
“Tapi baper kan?”
Sheren menggeleng.
“Kenapa nyariin aku?” tanya Reon.
“Tuh Jenan Traktir, kamu ikut nggak?” ujar Sheren sambil menunjuk Jenan dengan dagunya.
“Boleh-boleh! Kapan? Sekarang?”
Jenan mengangguk, “Boleh, ayo sekarang aja. Kasian tuan putri berdua ini kalo pulang kemaleman.”
“Yoi, nanti berubah jadi jelek kalo kemaleman.”
Arora dan Sheren menghela malas, lagi lagi kedua cowok ini menunjukkan keabstrakan nya.
Sudah berkali-kali Sheren dan Arora menegur Jenan maupun Reon agar bersikap normal dan tidak membuat mereka malu.
“Wuih, mau double date nih?” celetuk salah seorang mahasiswa yang Sheren sendiri lupa Namanya.
Jenan hanya mengangguk kemudian memberikan Tos padanya.
“Duluan ya Bro!” katanya.
Keempat remaja itu menuju pelataran parkir sambil mengobrol soal banyak hal seperti biasanya.
Diselingi gombalan receh dari Reon, dan penyiksaan fisik dari Arora.
“Nanti ikutin gue aja ya!” ujar Jenan.
Reon mengangguk kemudian menutup kaca helm nya.
“Sheren! Peluk dong! Pacaran kok kayak musuhan!” teriak Arora sambil memeluk Jenan.