Because I Love You

Nur Afriyanti
Chapter #8

Abu-Abu

Enji menatap punggung Luna yang berjalan keluar kantin. Cowok itu menghela napas pelan sembari tersenyum tipis. Senang rasanya bisa mentraktir cewek itu lagi. Cewek yang ia sukai. Yang ia sukai sejak … dulu?!


Enji berjalan ke kursi yang paling dekat dengan tempatnya berdiri. Cowok itu meletakkan makanan ringan yang dibelinya di atas meja. Kejadian tadi pagi di lapangan itu … apakah benar telah terjadi juga dulu? Jika benar, berarti Luna adalah ‘dia’. Perasaan bahwa Luna mirip seseorang yang ia sukai tapi lupa wajahnya adalah benar. Mereka orang yang sama.


Mata bulat yang jernih, rambut pendek sepundak, tubuh mungil, kemudian ia yang berbalik setelah bersitatap dengannya dalam waktu yang singkat, tapi mampu mengguncangkan jiwa dan raganya. Luna adalah ‘dia’ yang ia suka. Maka dari itu hatinya sempat berdebar kencang seperti saat Enji teringat ‘dia’ saat melihat Luna.


Enji memiliki perasaan suka pada Luna karena Luna memang cewek yang ia sukai. Enji akhirnya menemukan pujaan hatinya!



***


Enji merebahkan tubuh lelahnya di lapangan yang dinaungi pohon bungur yang sedang berbunga. Ia mengibas-ngibaskan tangannya ke wajahnya yang berkeringat. Ia dan teman-teman sekelasnya baru saja melakukan olahraga lari. Cuaca yang sangat panas membuat kebanyakan dari mereka langsung menuju kantin setelah olahraga selesai, tapi Enji memilih mendinginkan badannya di bawah pohon dulu.


Namun, Enji tak sendirian. Ada Aris, Ipan, juga beberapa teman lainnya yang juga duduk atau merebahkan dirinya di bawa pohon. 


“Yang punya tisu bagi, dong,” seru Enji pada mereka.


“Gue nggak punya, punyanya Enji,” balas Aris sambil menyodorkan sapu tangan yang baru saja ia gunakan untuk mengelap wajah.


“Najis,” kata Enji, disusul sikap seolah kalau ia muntah. “Makasih udah nawarin.”


“Padahal gue belum ngasih. Nih, ambil.” Aris menyerahkannya pada Enji yang tersenyum jijik.


“Mungkin Doni mau,” canda Enji sambil menoleh pada temannya yang bernama Doni. Cowok yang sedang merebahkan dirinya sambil menutup matanya itu langsung menoleh padanya.


“Sori, nggak butuh,” balasnya.


“Oh, Ipan mungkin mau.” Enji tertawa melihat Ipan yang langsung melotot padanya.


“Nggak butuh, gue bisa pake baju,” balas cowok itu, disusul dirinya yang mengusap dahi dengan lengan baju olahraganya.


“Itu kayaknya udah penuh bakteri. Mau pake punya gue nggak, Bang?” tanya Seto, ketua kelas XI IPS 1 sambil menarik kaos olahraganya.


“Tapi kayaknya kok itu lebih kotor,” balas Ipan sambil pura-pura mengernyit jijik.


“Tapi nggak hina, kok,” tukas Seto.


Perbincangan kurang berfaedah itu berlangsung selama beberapa saat setelahnya. Mereka diam saat tak ada bahan lagi yang bisa dibuat candaan. Sampai akhirnya Enji membuka suara yang membuat perhatian cowok-cowok itu menoleh ke arahnya.


“Eh, kalo gue ngerasa ngalamin kejadian yang pernah gue alamin di masa lalu itu deja vu kan, ya?”


“Iya. Kenapa?” tanya Seto.


“Yah … gue tadi ngalamin kejadian yang gue rasa dulu pernah gue alamin,” jawab Enji dengan mata menerawang.


“Apa, tuh?” tanya Ipan.


“Gue tatapan sama cewek yang gue sukain.”


“Yang lo lupa wajahnya?” tanya Ipan sambil menahan tawa.


Enji mengangguk. Sedetik kemudian ia menoleh dengan mata menyipit ke arah Ipan. “Gue pernah ngomong ke elo, tah?”


“Pernah, sama Aris juga.”


Lihat selengkapnya