Angin bertiup perlahan namun sangat menyejukkan. Dedaunan yang mulanya gugur, kini mengikuti irama angin untuk terseret menuju tempat yang sedikit lebih jauh dari semula. Pohon-pohon cemara juga mengikuti gerakan tarian angin yang sepertinya sedang bahagia saat ini.
Perjalanan mereka terhenti ketika salah satu heels sepatu milik Lysha patah dan menyebabkan dirinya hampir terjatuh. Untungnya Afnan sigap menangkap Lysha yang hampir terjatuh, namun sayangnya laki-laki itu tidak bisa menghindari Lysha dari cedera kaki yang harus wanita itu alami.
Lysha meringis kesakitan karena kaki kanannya seperti keseleo.
“Kaki kamu sakit?”
“Iya, ini sakit banget, kayanya keseleo deh,” jawab Lysha dengan rintihan.
Afnan terlihat beberapa kali menengok ke kanan dan kiri, memastikan apakah ada orang lain yang berada di dekat mereka dan bisa dimintai tolong. Tidak ada satupun orang yang terlihat dan membuat Afnan mendengus sedikit kesal karena ia berpikir bahwa tempat ini juga pasti ramai oleh lalu-lalang para pekerja proyek.
“Lysha, kayanya aku harus ke mobil aku buat ambil kotak pe-tiga-ka, kamu tunggu di sini sebentar gimana?”
Tanpa berpikir lama karena sudah merasa kesakitan, Lysha menganggukan kepalanya. Setelah jawaban iya yang didapat oleh Afnan, laki-laki itu membantu Lysha untuk duduk di atas rerumputan karena mereka tidak melihat ada kursi di dekat sana.
Dengan sigap, Afnan langsung berlari menghilang untuk menemukan obat pereda nyeri yang Lysha rasakan saat ini. Perlahan tapi pasti, rasa sakit yang Lysha rasakan semakin menjadi dan membuat wanita itu ingin menangis karena tidak bisa menahan rasa sakit itu lebih lama lagi.
Afnan kembali sambil membawa kotak P3K dengan keringat yang bercucuran di keningnya. Ia membuka kotak itu dan mengambil sebuah salep pereda nyeri otot.
Dengan perlahan dan hati-hati, Afnan mengoleskan salep itu pada kaki Lysha yang keseleo.
“Gimana?”
“Udah agak mendingan kok, nggak sesakit tadi,”jawab Lysha.
“Ya udah, kita duduk di sini dulu, nanti kalau kaki kamu mendingan kita baru balik.”ucap Afnan sambil menutup salep yang baru ia oleskan dengan penutup ulir berwarna putih.
Lysha memandang ke arah Afnan lalu mengerutkan dahinya “Kamu nggak sibuk apa? Ini kan masih jam kantor, pasti karyawan kamu ada yang butuh kamu,”
Afnan tersenyum simpul pada Lysha “Mereka pasti langsung kirim email ke aku kalau itu penting. Santai aja, lagipula aku nggak bisa maksa kamu jalan ke parkiran kan,”
Setelah selesai membereskan obat yang ia gunakan, Afnan kemudian duduk di samping Lysha.
***
Tak terasa, mereka sudah menghabiskan waktu lebih dari setengah jam untuk membahas tentang proyek ini sambil duduk dan memandangi sebuah danau yang berada di depan mereka.
“Kenapa sekarang bukan Pak Mahardika yang megang alih untuk proyek ini?” tanya Afnan setelah mereka hening beberapa saat.
“Papa bilang katanya mau mulai perlahan nurunin kendali perusahaan ke aku. Katanya sih, Papa mau menghabiskan masa tua Papa sama Mama, jadi ya gitu, yang harusnya masa-masa kaya anak muda di awal nikah, ini malah pas anaknya udah besar gini,” jawab Lysha sambil sedikit tertawa karena membayangkan Mahardika yang mau mengulang masa pacarannya dengan Ratu kembali.