Flashback On
Keluarga itu akhirnya merasa ada sedikit angin segar untuk kehidupan mereka saat ini. Sambil sesekali melempar candaan dan cengkrama yang sangat hangat, mereka kembali merasa bahwa hari ini hari terbaik untuk mereka.
Sebuah resto yang sengaja dipesan khusus oleh seorang laki-laki yang sudah mulai menunjukkan kerutan di atas kening, menjadi saksi bagaimana keluarga itu berbagi kebahagiaan mereka saat ini.
Sudah ribuan menit mereka lalui dengan tangis dan rasa kecewa yang mereka pendam satu sama lain. Kini, setidaknya ada satu selipan senyuman di tengah-tengah kebahagiaan mereka.
Para pelayan hanya berlalu lalang untuk menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan keluarga kecil itu, sambil sesekali melirik betapa dambaannya keluarga itu.
Lima buah lilin putih menyala dengan berani di atas meja, untuk menemani setiap detik momen yang terjadi di antara mereka.
“Gimana kuliah kamu?”tanya laki-laki yang sudah menginjak kepala lima di depannya itu.
Sebuah anggukan yang dilakukan beberapa kali tercipta “Baik kok, Pi. Semua lancar, tapi ya tinggal Afnan lagi aja yang harus belajar lebih giat,”
“Good boy, pertahanin.”
Sebuah guratan senyum seorang wanita cantik yang sedang memakai syal terbentuk. Sudah lama ia tidak melihat keluarganya seperti ini dan ia merasa sangat bahagia dengan hal ini.
“Mami gimana? Udah mendingan kan, Mi?” tanya anak sulung wanita itu dengan harapan penuh oleh kesembuhan wanita yang sudah melahirkannya itu.
Ranti mengangguk dengan semangat, ia ingin kedua anaknya beserta suaminya itu tahu bahwa dirinya sudah bisa seceria dulu.
“Mami sudah baikan sekarang, tinggal masa pemulihan. Mami minta doanya ya, semoga Mami segera membaik dan bisa kembali seperti dulu,”
Galuh, adik kandung Afnan memeluk Ranti dengan penuh cinta “Aamiin, semoga Mami cepat sembuh. Galuh kangen bisa jalan-jalan sama Mami lagi,”
Ranti mengecup kening Galuh “Habis Mami sembuh kita jalan-jalan ya. Mami bakal ajak jalan Galuh kemana aja yang penting Galuh senang,”
Afnan tersenyum melihat tingkah dua wanita yang dulu sering merusuhinya jika ia terlalu sibuk bermain ponsel.
“Oh, jadi gini. Kamu senang-senang sama keluarga kamu, sedangkan aku kamu tinggal gitu aja,” teriak seorang wanita yang berdiri dengan amarah yang memuncak.
Afnan memandang sinis ke arah wanita itu. Tanpa disuruh, laki-laki itu menarik wanita yang sudah menjadi selingkuhan Papinya dengan tidak memikirkan rasa kemanusiaan lagi.