Flashback On
Lysha menatap sekelilingnya, setelah kedatangannya, beberapa teman kuliah Faldo langsung memilih untuk pergi dengan wajah masam dan seperti takut ketahuan sedang melakukan atau merencanakan sesuatu.
Tatapan mata Lysha seketika berhenti mengedar dan langsung terfokus dengan seseorang yang berdiri dan hanya terdiam dengan kedatangannya.
Senyumnya tertarik sedikit demi sedikit lalu Langkah kakinya semakin mendekat dengan lelaki bertubuh ideal menurut beberapa temannya dan memiliki sorot mata yang sangat tajam dan indah.
“Kok teman-teman kamu pada lari setelah lihat aku?” tanya Lysha yang masih bingung dengan kejadian yang baru saja ia lihat.
Faldo seperti mencoba mencari alasan namun tatapan Lysha seketika berubah.
“Kalian lagi ada acara ya? Aku ganggu kalian pasti,” Lysha mengira bahwa dirinya yang sudah membuat kegiatan Faldo dan teman-temannya rusak.
“Nggak kok,” pungkas Faldo dengan segera.
“Terus kenapa mereka lari?” tanya Lysha kembali.
Mulut Faldo rasanya seperti kelu Ketika ingin mengucapkan alasan demi alasan yang sudah dengan otomatis terpikirkan ketika melihat kedatangan Lysha diluar dugaan mereka.
“Itu-itu, ta-tadi pada-”
Belum sempat Faldo mengeluarkan seribu satu alasannya, tiba-tiba kertas yang ia pegang terbang terbawa angin dan jatuh tepat di depan Lysha.
Kecepatan Faldo jelas kalah kali ini dengan wanita yang berada di depannya. Lysha membuka kertas itu dan melihat beberapa kata yang membuat gelak tawanya tidak bisa ia tahan.
“Harusnya nggak di sini, kalua nggak karena angin nggak mungkin jadi malu kaya gini,” gumam Faldo yang berdumel karena angin yang sudah membuat kertas yang ia persiapkan dari malam hari harus terjatuh tepat di depan Lysha.
Lysha menatap Faldo dengan sedikit tawa yang belum bisa ia kondisikan “Jadi, karena ini teman-teman kamu pada kabur setelah lihat aku?” ucap Lysha sambil mengembalikan kembali kertas itu kepada Faldo.
“Harusnya Dhea sama Ryan ajak kamu ke sini satu jam lagi, tapi malah mereka salah dengar. Maaf ya, semua persiapannya gagal,” ucap Faldo sambal menundukkan kepalanya karena harus menahan rasa malu.
Senyum Lysha terlukis, deretan atas giginya yang putih terlihat jelas “Nggak ada bedanya kan kamu ngomong satu jam lagi atau sekarang?”
“Iya aku tahu, kamu mungkin udah ilfeel sama aku duluan, jadinya nggak ada bedanya kalau aku ngomong sekarang apa nanti.”
Gelak tawa Lysha meledak, entah kenapa laki-laki di depannya ini bisa memiliki nyali yang langsung menciut ketika hal yang sudah ia persiapkan gagal.
“Aku mau kamu ngomong sendiri, nggak pakai kertas itu. Coba,” pinta Lysha dengan sedikit paksaan namun sebenarnya ia menahan tawanya agar tidak percah kembali.
Faldo menatap Lysha dengan ragu. Alis Lysha saling bertaut, mengulang kembali permintaannya dengan isyarat.
“Sha. Aku suka sama kamu, kamu mau nggak jadi pacar aku?”
Beberapa detik, Lysha diam dan keadaan sekitar menjadi hening tidak karuan bagi Faldo. Baru saja ia mengungkapkan apa yang sudah ia rasakan dan ia tidak tahu lagi harus berekspresi seperti apa, rasanya seperti ia ingin menjadi dedaunan yang bergoyang mengikuti gerak angin.
“Kalau aku mau gimana?”
Pandangan Faldo kembali ke arah Lysha, sudut matanya berubah dan seolah meminta Lysha mengulangi kembali perkataannya yang baru saja Faldo dengar.