Seperti halnya angin yang mengajak awan dan sinar rembulan bercengkrama bersamanya, angin itu juga coba menghibur dan meminta Lysha untuk bercerita tentang kegundahannya saat ini.
Saat ini Lysha berdiri di balkon kamarnya, mencoba menenangkan perasaannya yang seketika hancur karena fakta yang baru ia ketahui. Kedua tangannya mengelus-elus bahunya yang mulai tertiup angin yang dingin.
Selama dua jam ia menimang-nimang, apakah ia akan menghubungi Faldo atau tidak. Perlahan jari-jari tangan kanannya mencari nomor Faldo lalu menekan nomor itu untuk ditelpon.
Lysha menunggu dengan sabar suara penghubung itu berganti dengan suara Faldo.
“Hallo, Sha,” air mata Lysha terjatuh ketika mendengar suara Faldo.
“Aku besok mau ketemu sama kamu,” ucap Lysha yang membuat suaranya tidak terdengar seperti orang yang sedang menangis.
“Aku ke rumah kamu aja sekarang, aku tahu kamu sudah tahu semuanya,”
Faldo kemudian memutuskan panggilan, seolah tidak meminta persetujuan Lysha untuk mendatangi rumah kedua orang tuanya.
***
Dua anak manusia itu saat ini tengah memandang sinar rembulan dari taman rumah Lysha, sama seperti dulu, disaat semuanya belum berubah dan menjadi menyedihkan seperti sekarang.
“Lama ya kita nggak duduk berdua, terus lihat langit kaya gini,” ucap Faldo kesekian kalinya yang belum digubris oleh Lysha yang masih merasa sedih ketika menatap langit.
“Kenapa?” satu kata itu akhirnya keluar dari mulut Lysha setelah kedatangan Faldo selama beberapa menit.
Faldo menghembuskan nafas pendeknya lalu menoleh dan menatap Lysha “Aku nggak mau lihat kamu nangis kaya gini,” jawab Faldo yang seolah tahu apa maksud pertanyaan Lysha.
Lysha menoleh ke hadapan Faldo “Emang aku nangis?”
Faldo tertawa kecil lalu mengeratkan genggaman tangan kirinya untuk tangan kanannya, ia tahu saat ini ia tidak bisa lagi menggenggam tangan Lysha “Kamu pasti tahu kan, aku bisa tahu kalau kamu habis nangis,”
Lysha memasang senyum palsunya “Pasti susah buat kamu jalani semuanya. Di sini aku cuma bisa terus mengumpat buat kamu sama pikir kamu orang yang nggak ada tanggung jawabnya sama sekali.”
Faldo membalas senyuman itu “Semuanya akan lebih susah kalau kamu tahu aku sakit, aku nggak mau kamu punya beban besar karena penyakit aku, aku nggak mau kamu cuma fokus sama kehidupan aku. Aku tahu, kamu punya kehidupan yang harus kamu jalani, kamu punya mimpi besar yang harus kamu kejar dan kamu punya masa depan yang lebih baik, aku nggak mau kamu menghabiskan waktu buat ngurus dan akhirnya kamu jauh dari impian dan kehidupan kamu satu per satu,”