"Hehe ... pasti cukup kok," jawab Raizhen dengan seringai liciknya. Raizhen sama sekali tak punya uang, dia meninggalkan dompetnya di rumah sewanya dulu. Silvia mengangguk dan menyandarkan kepalanya di punggung Raizhen.
Belasan menit kemudian, mereka sampai di tempat pemakaman, lebih tepatnya di area pemakaman orang tua Raizhen.
Mereka memarkirkan motor serta membuka helmnya dan perlahan menyusuri jalan, lalu berhenti di salah satu pemakaman yang tak lain adalah makam ayah dan ibunya. Silvia hanya mengikuti Raizhen di sampingnya.
Mereka tak membawa bunga, melainkan membawa ketulusan dalam hatinya. Raizhen dan Silvia segera membungkuk memberi penghormatan sejenak kepada makam ayah ibu Raizhen.
Raizhen mengepalkan tangannya. "Ayah, ibu, aku pasti akan membalaskan dendam kalian," lirih Raizhen dengan air mata yang menggantung di kedua matanya.
Silvia menoleh dan melihat Raizhen yang seakan-akan mau menangis. Ia merasa iba dan bergumam dalam hatinya. "Aku sejak awal sudah ditinggal oleh ayah ibuku, meski begitu, hatiku seolah-olah tercabik saat mengetahui mereka terbunuh oleh malaikat."
Silvia penuh amarah saat ini, ingin membalaskan dendam. Namun, apa yang bisa dilakukan olehnya saat ini? Tubuh Silvia bahkan belum membangun pondasi tubuh dengan benar. Sedangkan Malaikat Lucifel yang telah hidup berabad-abad telah menembus langit dan menjadi penjaga dunia dari hal tabu. Kekuatan antara Silvia dan Malaikat Lucifel nampak seperti celah antara langit dan bumi ataupun seperti khayalan dan kenyataan.
Entah bagaimana Raizhen bisa mengetahui amarah dalam diri Silvia, ia mengelus kepala Silvia dan tersenyum kepadanya. "Tak apa, perlahan kita akan terus menjadi kuat dan menginjak mereka yang membuat hidup kita penuh luka."
Silvia yang mendengarnya perlahan hatinya merasa hangat, amarah dihatinya kian menghilang.
"Mari mencari tempat tinggal." Raizhen memegang tangan mungil Silvia dan menuju dimana motor yang ia parkir.
"Hei pengecut, baru saja aku merasa ada aura iblis, tapi sekarang sudah menghilang. Aku rasa itu adalah salah satu pengikut sekte aliran hitam, sebaiknya kamu segera meninggalkan tempat ini," ungkap Demon kepada Raizhen. Suara dari Demon hanya terdengar oleh Raizhen, meski ada Silvia di sampingnya, ia takkan bisa mendengar suara Demon. Demon pun hanya dapat bertelepati kepada sesuatu yang sangat dekat dengannya, seperti bertelepati dengan iblis Zegred yang menjadi bawahanya.
Selain itu, Aura iblis maupun aura setan itu sama saja. Mereka sama-sama terpancarkan dari anggota sekte aliran hitam ataupun dari iblis itu sendiri. Sedangkan, Aura malaikat terpancarkan oleh anggota sekte aliran putih atupun dari malaikat itu sendiri.
"Apa ia mengawasiku?" tanya Raizhen kepada Demon lewat pikirannya.
"Aku tak dapat memastikannya, tapi aku yakin dia adalah dari sekte aliran hitam. Mereka sangat tersembunyi saat siang hari, tapi saat ini kita berada di tempat yang relatif sepi, kamu harus tetaplah hati-hati," ujar Demon. Raizhen makin waspada, ia menoleh ke kanan dan kiri melihat keadaan di sekitar.
Tanpa pikir panjang, Raizhen segera berlari sambil menyeret Silvia di belakangnya dan menuju motornya yang sudah cukup dekat dengannya.
"Mari kita bergerak cepat," Raizhen segera menyalakan motornya dan melaju ke pusat kota untuk mencari penyewaan apartemen bebas tanpa memerlukan kartu identitas. Raizhen memilih untuk mancari apartemen karena rumah sewa pasti akan sangat sulit ditemukan di pusat kota, akhirnya Raizhen memilih mencari sebuah apartemen yang bebas.
Laju motor tak melambat dan terus melaju di jalan raya yang sudah cukup penuh kendaraan.