Pukul 06.00 WIB.
Selepas menelpon Aksara dan Andini aku berolahraga di halaman samping rumah. Usia 38 tahun memang sedikit mengkhawatirkanku. Bagaimana tidak, dua tahun lagi genap sudah kepala 4. Memperbanyak olahraga memang salah satu cara merawat diri di masa-masa seperti ini. Kau sudah bangun rupanya. Kau kini duduk di meja makan dapur, meminum air putih sambil melihatku yang tanpa baju hanya memakai celana pendek olahraga dan sepatu. Aku melambaikan tangan padamu. Kau tersenyum. Tak kuat melihatnya, aku menyudahi olahraga pagiku, menghampirimu. Tubuhku masih dibasahi keringat. Tanpa bicara, aku langsung mengecup lembut kedua bibir atas dan bawahmu. Kau menyukainya, kita saling berbalas.
"Badanmu sudah lebih nyaman?"
"Aku tidak sakit, sayang." Kau tersenyum.
"Syukurlah kalau begitu."
"Kau mau ikut aku hari ini?"
"Ke mana?"
"Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."
"Boleh. Kapan kita ke sana?"
"Kita berangkat siang, agar nanti sore sudah sampai."
"Di mana, sayang?"
"Semarang."
"Kejutan ya?"
"Iya. Aku siap dibenci olehmu, Andaru, asalkan kau harus mengunjungi tempat itu."
"Kau bicara apa, aneh-aneh saja." Aku kembali mencium bibirmu. "Aku mandi dulu." Lanjutku dengan ciuman di kepalanya.
Ah, aku jadi kembali mengingat masa-masa itu. Saat kita menahan gejolak rindu menanti jumpa.