Pukul 08.00 WIB.
Kita masih di perjalanan. Semula lebih banyak sunyi kecuali suara lagu-lagu Melly Goeslaw kesukaanmu yang kau putar di mobil ini. Kau mengecilkan volume musik.
"Sayang, kau masih ingat saat aku melahirkan Ali?" Kau bertanya, tatapanmu begitu dalam menyelami sepasang mataku.
"Jelas, Timur, mana mungkin aku lupa." Kau tertawa kecil. "Mengapa?" lanjutku.
"Aku ingat saja. Ingat tangisanmu waktu itu." Matamu memerah mengucapkan kalimat itu, rasa haru turut datang menyelinap ke hatiku.
***
Hampir setahun menikah, kandunganmu sudah berusia sembilan bulan, Timur. Malam itu Andini menelponku mengabarkan bahwa Emak sakit keras di kampung. Aku risau. Semalaman mataku enggan terpejam. Padahal semenjak kita menikah, aku sering mengajak Emak tinggal di rumah kita. Namun Ia selalu saja menolak. "Lebih enak tinggal di sini, Daru, banyak kenangan Emak dan Abah di kampung ini," jawabnya lembut, suatu hari saat kesekian kalinya aku mengajak. Andai saja Emak tinggal serumah denganku tentu tak serumit ini urusannya. Kita memutuskan untuk pulang ke kampung besok.
Subuh harinya aku mendapat telepon lagi dari Andini yang mengabarkan kondisi Emak semakin payah. Katanya para tetangga telah berkumpul membesuk Emak. Aku membangunkanmu, Timur. Kau tak kalah gugup denganku. Tak ada pilihan. Kita berangkat ke Magelang sekarang juga. Pukul 03.15 WIB, aku memanaskan mesin mobil. Sementara kau membereskan pakaian kita yang akan dibawa.