Beda Lima Tahun itu Seksi

Trah Aura Najam
Chapter #1

1. Kembali ke Masa Lalu

Anin menarik tangannya, dan kembali berlari. Berlari secepat mungkin, agar pria brengsek itu tidak dapat membawanya lagi. Agar Anin tidak dikurung dalam sangkar besi lagi, agar dia tidak disiksa lagi.


Tapi terlambat.


Pria brengsek yang memiliki bau seperti oli itu sudah meraih tangan Anin, lantas menampar pipinya. Dengan keras, sekuat tenaga, tanpa belas kasihan sedikitpun.


Ini sudah tamparan kedelapan yang dia terima hari ini, sekaligus kedua puluh dua tamparan, yang sudah Anin terima sejak tiba di tempat terkutuk ini.


"LEPAS!!" Anin meraung marah, sembari berupaya melepaskan diri. Pipinya yang terasa sakit, kebas, dan bengkak, ia abaikan. Anin begitu jijik pada orang ini.


Terlebih lagi, dia jijik pada dirinya sendiri, yang tidak pernah menolak disentuh pria menjijikkan ini.


"Aku membencimu, Dilan! Kenapa kau tega melakukan ini padaku? Apa salahku? Aku mencintaimu, aku merelakan seluruh hidupku untukmu, tapi kenapa, kenapa kau malah tega menjual aku seperti itu?!!" teriak Anin lagi, ketika pria itu justru merenggut ciumannya, dengan kasar dan paksa.


Sama seperti bagaimana pria itu merenggut kehidupan mungil yang ada di perut Anin, dulu.


Ciuman tanpa balasan itu berakhir, dan bibir Anin dipenuhi darah. Pria dengan tingkah laku seperti hewan, seseorang yang tidak punya otak itu, tidak lagi memiliki belas kasihan pada Anin.


Kemudian, pria itu tertawa. "Seandainya kau masih disana, kau bisa menikmati hidup mewah, Kanina."


"Brengsek!!" Anin mengumpat lagi, tapi disertai tangisan. "Aku lebih baik mati daripada rela menjadi simpanan pria tua seperti itu!"


"Jangan lupakan identitasmu, Anin. Kau sudah jalang -tepatnya, jalangku." pria itu tersenyum, tapi selanjutnya mendecih jijik. Dia mundur selangkah, kemudian, sebelum Anin sempat merespon apa-apa, sebuah peluru sudah mendarat ke kakinya.


Anin menjerit pilu, langsung bersimpuh di tanah yang kotor dan lembab. Itu begitu menyakitkan! Peluru itu bersarang pada betis kirinya, pada tempat yang amat dalam. Menerobos daging Anin, menyobeknya, membuat darah mengalir membasahi celananya.


"Itu belum apa-apa," gumam pria itu, sembari mengambil langkah mundur lagi. Tiba di jarak satu meter, dia kembali mengacungkan pistol, dan berkata, "Kali ini, pelurunya akan mendarat pada kepalamu. Selamat tinggal, Kanina Halim."


Pria itu, memang seperti itu. Daripada disebut gagal menjalankan tugas, dia lebih memilih mengacaukan segalanya.


Dan membunuh Kanina Halim adalah salah satu opsi yang paling mudah, bagi seorang Dilan yang tamak.


Ketika Anin berpikir bahwa hidupmya akan berakhir, dia merasakan sebuah hangat yang tiba-tiba melingkupi tubuhnya.


Kemudian, suara tembakan terdengar.


Darah terpercik, mengenai wajah Anin, membuat perempuan itu refleks memejamkan mata. Dan selanjutnya, dia membeku.


Itu bukan darahnya. Selain rasa sakit luar biasa di kaki, Anin tidak merasakan sakit yang lain lagi.


"LUKA!!" Anin menjerit begitu tubuh seseorang yang amat dia kenali, yang merelakan tubuhnya untuk tameng hidup Anin, perlahan ambruk menimpanya.


"LUKA AKU MOHON!!" panik Anin dengan air mata bercucuran, sambil mengguncang-guncang tubuh Luka, berharap pria itu akan bangun dan menatapnya dingin -seperti yang biasa pria itu lakukan.


Tapi tidak peduli seberapa keraspun Anin memanggilnya, tidak ada sahutan. Tubuh Luka yang hangat sudah mulai dingin, bibirnya memucat, dan napasnya kini hanya tinggal samar saja.


"Luka..." Anin terisak, "Aku mohon, aku mohon jangan mati karena aku. Kenapa kau menyelamatkan aku padahal kau bisa hidup dan menikah lagi dengan seseorang yang bisa mencintaimu?" katanya pedih, sembari memeluk tubuh pria itu.


Berharap, Luka akan membuka mata, dan bisa kabur.


Tangan Anin mengepal, dan kebenciannya pada Dilan makin kuat. Cinta bodoh itu, sudah tidak ada lagi. Anin begitu membenci pria tersebut, tapi....


Tapi tidak ada kesempatan untuk membalaskan dendamnya....


Tawa membahana Dilan kemudian terdengar. "Haha, pertunjukan yang menyenangkan, Nin. Aku tidak tahu kalau ternyata hubunganmu dengan suamimu masih sebaik ini."


"Tutup mulutmu!" bentak Anin dengan suara serak, karena terlalu lama menangis. "Aku bersumpah, kau tidak akan bisa mendapatkan kebahagiaan setelah ini, Dilan!"


"Bersumpah saja, dan lihat apakah Tuhan masih mau mendengarkan doa wanita jalang seperti dirimu."


Anin terdiam seketika, lalu kembali menangis.

Lihat selengkapnya