Before Everything Blows Up

Adeline Nordica
Chapter #8

The Profiler's Lens

Api di perapian tinggal bara, merah redup yang sesekali berkilat seolah masih ingin bertahan hidup. Kabin itu sepi, hanya sesekali terdengar kayu yang retak, menambah sunyi yang sebenarnya tidak pernah benar-benar sunyi. Di dalam keheningan itu, pikiran Row justru berisik, riuh oleh suara-suara yang tidak pernah benar-benar padam dalam dirinya.

Ia duduk di kursi dengan postur tenang, seperti seseorang yang tidak memikul apa pun. Namun di balik ketenangan itu, matanya sibuk, menelusuri setiap detail kecil yang hadir di ruangan. Ada kebiasaan lama yang selama bertahun-tahun coba ia kubur, tetapi malam ini kebiasaan itu bangkit kembali seperti monster yang terlepas dari kandangnya.

Melihat manusia bukan hanya dengan mata, tetapi dengan pola.

Row tahu ia sedang jatuh kembali ke dalam dirinya yang lama: seorang profiler. Row menganalisis dua subjek di depannya.


Ivy

Ivy duduk di dekat jendela, bahunya tegak, seolah sedang membentengi diri dari dunia. Sekilas ia tampak kuat, sosok yang berusaha berdiri di atas kerapuhan yang telah lama menghantuinya. Tapi Row tahu, tubuh tidak pernah bisa berbohong.

Jari-jarinya saling meremas tanpa sadar, seolah ingin menyatukan potongan-potongan dirinya yang tercecer. Gerakan napasnya cepat, namun ada jeda aneh di antaranya, napas orang yang pernah terlalu lama hidup dalam kecemasan.

Row menatap lebih lama, dan di momen-momen tertentu, Ivy menoleh cepat ke arahnya. Pandangan itu singkat, canggung, tapi jelas bukan kebetulan. Itu bukan sekadar refleks. Itu adalah dorongan, sebuah kebutuhan untuk memastikan sesuatu pada Row.

β€œFight and flight di saat bersamaan,” Row menduga dalam hati. β€œIa ingin melawan, tapi trauma menahannya. Ia ingin percaya, tapi ingatan buruk selalu lebih dulu datang.”

Ia pernah membaca pola itu berkali-kali di ruang interogasi, di ruang konseling saksi, di lorong-lorong sunyi rumah sakit jiwa. Namun kali ini berbeda. Subjek yang ia baca bukan hanya sekumpulan data. Ivy tidak bisa ia biarkan sekadar jadi subjek. Ada sesuatu dalam dirinya yang memicu resonansi, semacam gema yang tak ia pahami.

Ia bukan hanya data. Ia kunci.

Kunci bagi misteri di luar sana, dan yang lebih menakutkan bagi Row kunci bagi sesuatu yang terkubur dalam dirinya sendiri.


Pria Asing

Di sudut kabin, pria asing itu duduk dengan rokok di tangan. Asap mengepul tipis, mengambang sebentar sebelum lenyap ditelan udara dingin. Row memperhatikan lebih dekat: jemarinya gemetar. Tapi itu bukan gemetar acak. Tremor itu teratur, khas seseorang dengan kecemasan kronis.

Lihat selengkapnya