‘’Aku tak berharap apa-apa, tapi kenapa dunia membuatku mengharapkan segalanya ?’’
Aku tak berhenti mengalihkan pandanganku pada sebuah kertas yang tertempel kuat di mading hijau yang ada di depan ku. Aku melihat sebuah nama yang tidak begitu panjang dengan nomor 1 di depannya. Aku ingin tersenyum lebar saat tahu itu namaku. Tapi, entah mengapa kali ini aku tidak tahu harus senang atau sedih. Lagipula, ini sudah kesekian kalinya menjadi nomor 1. Atau bahkan hampir sepanjang sejarah hidupku aku selalu menjadi yang pertama. Bahkan di rumah ku sendiri aku adalah anak pertama.
‘’Nav, nggak usah sok tertegun gitu kali, kamu udah tahu kan bakal jadi nomor satu lagi..’’ Ucap seorang pria dibelakangku yang sudah jadi sebangku ku sejak semester lalu.
‘’Tahun depan kita udah mulai snmptn, trus sbmptn..kamu udah tahu mau ke univ mana gak ? trus jurusannya ? ‘’ oceh pria ini tak berhenti. Padahal ia dikenal pendiam. Mengapa denganku ia berbicara begitu banyak ?
‘’enggak tahu..’’ Aku memilih berjalan meninggalkan pria dengan tubuh menjulang itu. Dan benar saja ia malah mengikutiku.
‘’Kamu gak kembali ke kelas Nav ? biasanya kamu di kelas aja baca buku, kerjain latihan soal yang tebal tumben kam..’’ Aku menatap pria yang sedari tadi mengoceh di belakangku itu.
‘’Ya terserah aku KU-Danil…’’
‘’Nama aku Danil bukan kudanil..’’
Aku tak menanggapi nya dan hanya berjalan entah kemana. Aku menyusuri koridor sekolah yang ramai dengan siswa yang berbincang-bincang tak jelas. Ya, aku bukan anak yang terlalu pandai bersosial, dan aku tidak punya banyak teman. Hanya Danil, dan itupun kita baru dekat sejak jadi sebangku.
Navya Omkara, namaku yang begitu simple namun arti yang membuatku tertegun. Seorang gadis remaja yang lahir 16 tahun yang lalu .Navya, wanita cerdas dan dihormati sedangkan omkara katanya awal yang penuh harapan. Entahlah aku seringkali mencocokkan nama itu dengan yang kualami di hidupku. Apakah aku benar wanita cerdas yang dihormati? Dan apakah aku adalah awal yang penuh harapan ? Entahlah. Kita lihat saja.
‘’Navya..’’
***
Kini aku berada di ruangan dari wakil kepala sekolah . Aku sedikit takut dan kurang percaya diri. Karena dari rumor yang tersebar, bapak ini terkenal galak dan tidak suka dengan siswa dari jurusanku. Aku jurusan Ips, dan bapak ini dikenal sering meremehkan anak IPS, mungkin karena ia mengajar Fisika jadinya seperti itu. Atau memang karena anak IPS pada umumnya dikenal jadi biang masalah di sekolah.
‘’Kamu Navya, juara 1 umum Ips kan nak ? ‘’
‘’Iya pak..’’Aku mengangguk sambil tersenyum sopan.
‘’Jadi begini nak, nilai rata-rata kamu tinggi banget loh bapak yakin kamu bisa masuk ke SNMPTN nanti, apalagi kamu juga anak olimpiade kan? Yang begini baru anak bapak. Yang seperti ini yang bikin senang, bapak yakin kamu bakal masuk PTN terbaik nak. Mulai sekarang kamu sudah bisa lihat lihat PTN yang top 10 ya….atur strategi ok…’’
Aku tersenyum dan sekaligus tenang. Bapak ini tidak seburuk yang mereka katakan. Aku yakin bapak ini seperti guru pada umumnya. Senang pada anak yang berprestasi dan membanggakan. Dan tidak suka pada murid yang sebaliknya.