‘’Mengapa mulut pedas manusia ini tak kunjung disirami air…’’ –banyak bicara-
Hari yang baru dengan cerita yang baru pula. Walau di tempat yang sama, ya di sekolah ku kini. Namuhn cerita kehidupan selau berbeda bukan ? Jam istirahat sudah berbunyi sejak 15 menit yang lalu, tapi seperti biasa aku tidak kemana-mana hanya duduk dengan bongkahan soal di hadapanku. Berharap semua soal ini bisa menjadi kunci ku menuju ptn yang kuinginkan. Memang nilai ku memungkinkan untuk SNMPTN, tapi siapa yang tahu ?
Aku…harus bersiap siap bukan untuk semua kondisi yang akan terjadi ke depannya.
‘’Kamu gak capek Nav, belajar terus…’’ Lena, si ketua kelas kami yang tergila gila dunia politik itu lagi lagi menanyakan pertanyaan yang sudah bosan kujawab.
‘’capek..’’
Ya , lelah tapi aku tidak berani mengungkapkannya
‘’Enggak kok….’’
‘’Iya deh ..kalau sukses ingat aku ya …’’
AKu ? sukses? Apakah semudah itu ?
‘’ya..kita semua harus sukses dong..’’ kataku mencoba menghibur. Walau nyatanya aku sendiri tak tahu apakah aku bisa sesuai dengan ekspektasi mereka.
‘’Tapi kamu kelewat pintar sih keknya ya , masa belajar gak bosan bosan, ‘’
‘’Enggak kok aku lebih ke rajin bukan pintar…’’
‘’Ya sama aja, gak kayak aku cita cita doang ada tapi usaha gak ada…’’
Mereka tidak tahu saja , kalau aku belum tahu cita-citaku hingga saat ini. Menyedihkan bukan ?
Dan seperti biasa, aku tidak tahu harus menjawab seperti apa dan lagi lagi senyum kecil yang bisa kuberi. Senyum ku tak seindah itu. Aku bukanlah golongan dari mereka para gadis remaja dengan pita dan riasan di wajahnya. Bahkan keluarga ku menjuluki ku sebagai seorang yang tertunda menjadi seorang pria. Ya, saking aku tidak tahu dan mengerti tentang yang katanya dunia ‘’perempuan’’. Aku tidak mengerti pula dengan dunia perempuan yang mereka maksudkan.
‘’Permisi kak, kak Navya nya ada?”’ Seroang gadis remaja yang sepertinya masih kelas 10 terlihat dari atributnya.
‘’Iya dek, saya sendiri kenapa?’’
‘’Dipanggil Ibu Rumi ke kantor guru kak ,’’