Before Metamorphosis

THIRZA EUNIKE SILABAN
Chapter #10

Apa yang hilang

Satu langkah menuju kesuksesan, Rasanya hanyalah kata-kata penghibur belaka


3 tahun kemudian

Tidak terasa, aku sudah meninggalkan kisah kegagalanku itu selama 3 tahun ini. Tapi yakinlah, selama berkuliah aku selalu terbayang bayang dengan andai andai, “bagaimana kalau misalnya aku di UNDIP saja” atau “bagaimana kalau semisalnya aku tetap ngotot melanjut ke UB” mungkin aku tidak akan berakhir seperti ini, telentang terdiam di kasur yang sama yang kupakai saat aku mengobrol banyak dengan kakak sepupuku, menatap asbes putih polos dan air mata yang berurai membasahi pelipisku. Mungkin ini kesekian kalinya aku menangis di minggu ini, dan berapa belas kali menangis di 2 bulan terakhir dan mungkin berpuluh kali menangis di tahun ini. Dan sampai sekarang, aku tidak tahu alasan pasti mengapa aku menangis.

Kamar itu terasa hampa dan begitu sepi. Sudah hampir 2 tahun aku sendiri di kamar ini, sejak kak Vina dan kak Sofi sudah pergi ke kehidupan mereka masing masing. Kak Sofi bekerja di luar kota dan akan menikah 2 bulan lagi, juga kak Vina yang sudah menikah 2 tahun lalu. Ia bahkan sudah memiliki putri yang lebih cantik darinya. (Maaf kak). Sedangkan aku, kini menjadi pengganti penghuni kamar ini. Sejak aku berkuliah, aku memutuskan tinggal di rumah Tante yang sudah membantuku sejak tes PTN, dia juga yang memintaku untuk tinggal disini. Aku tinggal di lantai 2 dengan dan kamarku bersebelahan dengan kamar abang sepupuku yang , hmmm cukup menyebalkan. (Aku belum bisa berdamai dengannya ).

Kembali lagi dengan diriku yang kini tampak menyedihkan. Aku menangis dengan suara tertahan, sangat konyol kalau sampai ada yang mendengarku menangis. Dan biar kuberi tahu, menangis dengan suara tertahan bisa membuat kepala sakit tidak kepalang. Tapi, aku sudah terbiasa menangis seperti ini sampai sakit kepala itu sudah kuanggap biasa. Kalau kalian bertanya, apa alasanku menangis? Ya, tidak tahu. Aku hanya terlalu lelah hari ini, dan aku ingin menangis. Jadi, aku menangis.

“Vya, Vyaa lagi ngapain nak?”

Gawat, itu suara tanteku. Aku harus sebisa mungkin menetralkan suaraku dan membasuh wajah konyol ini. Aku segera bergegas ke kamar mandi berpura pura menyiram sesuatu yang bahkan tidak perlu, dan hanya membuang buang air, lalu aku membilas wajahku secepat mungkin dan mengeringkannya dengan handuk yang kukeringkan di balkon.

“iya tante kenapaa?”

”kamu baru pulang kuliah?”

Aku melihat pakaianku, kemeja hitam dengan celana bahan berwarna hitam dan sangat berantakan. Emangnya aku mau melayat.

”eh iya tante..”

”tante kirain kamu udah lama dari kampus…”

”enggak tan, Tante juga baru pulang dari kantor?”

”iya nih, capek banget. Tadi tante juga sekalian belanja nih. Jadi, Tante mau tidur dulu, trus ini yah belanjaan bawa aja ke atas. Jagungnya rebus kayak biasa, trus hari ini masak tempe sama tahu aja buat lauk yah.”

”iya tante..”

Aku melihat belanjaan tante di atas meja. Beliau memang selalu belanja sehabis pulang kantor, jadi sekalian gitu. Aku melihat belanjaan yang belum di tata itu. Aku memasukkun buah-buahan ke kulkas di lantai 1 dan sayur juga ikan di lantai 2. Aneh tapi nyata, dalur di rumah ini ada di lantai 2 dan meja makannya ada di lantai 1. Setial hari , aku akn turun naik tangga untuk mengantarkan hasil masakanku. Tapi anehnya, aju tidak kurus kurus. Badanku masih tetap gembul sampai sekarang.

Setelah menyusun semua belanjaan itu, aku kembali ke kasur telentang dan melihat asbes putih lagi. Aku menghembuskan nafas kasar. Dalam hatiku “ wah sepertinya aku memang tidak dibolehkan beristirahat bahkan dari tangisku..” Aku bahkan tidak tahu, apakah badanku ini tidak bisa lelah.

Aku baru saja ingin mengganti pakaian dan tidur sejenak, tapi aku melihat jam sudah pukul setengah 6 sore yang artinya aku haru memasak. Dan, semua hal ini sudah kulakukan begitu hingga 3 tahun belakangan. Awalnya aku menikmatinya, lama-lama aku sadar, aku sudah terlalu lelah. Aku ingin sekali mengeluh “tante kepalaku sakit” tapi tidak bisa , “tante aku lelah” tapi tidak bisa juga. Bukannya tenteku yang tidak pengertian, bahkan dia justru sangat perhatian padaku. Tapi aku, aku yang bermasalah. Aku selalu tidak bisa mengungkapkan apa yang kubutuhkan dan kuinginkan. Sepertinya, ada yang hilang dari diriku.


Lihat selengkapnya