Before Sunrise

Agil Tiara
Chapter #1

Stranger

Art Gallery of New Sout Wale. Deretan lukisan indah terpajang rapi di setiap dinding. Bangunan tua yang tetap terjaga ini menjadi galeri seni terpenting di Sydney. Didirikan pada tahun 1897 menjadikannya sebagai tempat wisata yang menarik bagi para penikmat seni. Galeri seni ini memamerkan banyak karya seni, mulai dari masa pribumi hingga kontemporer. Yang di suguhkan pun bukan hanya berasal dari seniman Australia, tapi juga berasal dari Eropa dan Asia.

Sebenarnya aku bukanlah penikmat seni atau penyuka seni. Karya-karya menakjubkan para seniman itu hanya membuat kepalaku pening. Bukan karena aku membencinya, tapi karena pengetahuanku yang sangat minim perihal dunia seni.

Keberadaanku di sini pun bukan karena keinginanku pribadi. Wanita berambut pirang, kulit pucat, dan mata biru itulah yang sudah berhasil menyeretku ke tempat ini.

Jessie. Seorang wanita berdarah Amerika dan Australia. Ia adalah salah satu my roomate di apartemen. Kecintaannya pada seni membuat ia mengambil jurusan seni rupa di University of Sydney.

Selepas salat isya Jessie langsung menyeretku untuk berkunjung ke galeri seni ini. Dia bilang ada sesuatu yang harus dipelajari, tapi entahlah benar atau tidak. Namun, dia memaksaku untuk menemaninya ke sini.

Kebetulan, sedang ada pameran Midnight Art di geleri seni ini. Pameran seni yang di geler setiap satu bulan sekali itu membuat jadwal buka galeri seni ini lebih panjang dari biasanya. Jika hari biasa pengunjung hanya akan diijinkan berkunjung hingga pada pukul lima sora. Namun, karena ada Midnight Art, maka jadawal bukanya akan lebih lama. Lukisan milik Picasso yang sedang di pamerkan pada Midnight Art kali ini.

Tapi tujuan kami ke sini bukanlah karena ingin melihat lukisan-lukisan indah milik Picasso. Mengingat jika tiket masuk ke galeri khusus itu akan sangat menguras uang di kantong. Jadi, aku dan Jessie hanya berkunjung di galeri umum yang tidak menarik harga sedikitpun. Gratis.

Kami berjalan berkeliling melihat semua masterpiece yang terpajang. Tangan Jessie yang semula menggandeng lenganku erat, kini perlahan terlepas. Kakinya memulai langkah untuk menjauh dariku. Aku tidak ingin mencegahnya. Membiarkan dia pergi untuk dapat berpetualang lebih luas. Lagi pula aku tidak terlalu tertarik untuk mengulik bangunan ini lebih dalam.

Kakiku melangkah pelan, melihat setiap lukisan indah yang terpajang. Gamis panjang berwarna coklat terpadu cantik dengan hijab maroon yang kukenakan. Mantel coklat berada dalam pelukanku di tangan.

Dinginnya udara di luar membuatku harus memakai mantel, walaupun sedang musim panas, tetapi ketika malam pun udara tetap terasa dingin. Namun, untunglah udara dingin itu tidak sampai masuk ke dalam galeri seni. Jadi, aku melepas mantelku dan membawanya dalam pelukan.

Lukisan yang memperlihatkan seorang wanita lokal membuatku berhenti melangkah. Aku terpaku di hadapan lukisan itu. Wajah cantik, rambut kuning keemesaan, bulu mata lentik, dan kaos merah yang dikenakannya terlukis hingga sebahu. Aku memandanginya lama. Auranya memperlihatkan kecantikan dan kekuatan. Pastilah wanita yang terlukis ini memilki pengaruh yang kuat, sehingga wajahnya berada di antara deretan maha karya. Aku jadi penasaran siapa wanita itu?

"Beautiful." Ucap seorang pria.

Terlalu terpesona dengan lukisahan di hadapan membuatku tidak sadar bahwa ada seorang pria yang sudah berdiri di sampingku.

Aku meliriknya terkejut. Pria itu memakai jaket kulit berwarna hitam dengan dalaman kaos berwarna abu-abu. Celana jeans hitam membungkus kakinya yang panjang. Badannya tinggi, jika bersandingan seperti ini, aku hanya sebatas lehernya saja. Aroma parfumnya sangat maskulin. Rambut hitamnya tersisir rapi ke samping. Wajahnya yang terlihat dari samping, meperlihatkan hidungnya yang mencung. Kedua tangannya di masukan ke dalam saku jaket. Seketika pria itu menjadi hal yang sangat menarik untuk diperhatikan. Aku disibukan dengan segala khayalan. Oh ya ampun. Hentikan sekarang!

Lekas aku membuang pandangan setelah sadar apa yang baru saja aku lakukan.

"Ya..., ya, she is so beutiful." Ucapku tergagap menunjuk lukisan di depan.

"I mean you." Kata pria itu melirikku. Pertama kalinya mata kami bertemu.

Lihat selengkapnya