Malam itu, aku tidak menangis. Tidak berkata apa-apa. Bahkan tidak mencoba mengejar.
Aku hanya duduk di sana, membiarkan kursi di seberangku kosong. Dan saat aku memandangi cangkir kopi yang sudah dingin, aku sadar—yang benar-benar dingin adalah aku sendiri.
Ada sesuatu yang ikut pergi bersama Dila. Mungkin itu bagian dari diriku yang masih bisa merasa hangat. Bagian yang membuatku tetap ingin bangun setiap pagi. Bagian yang masih percaya bahwa cinta bisa menyembuhkan masa lalu.
Sekarang semua itu hilang.
Yang tersisa hanya tubuh yang berjalan tanpa arah.
Aku pulang malam itu seperti biasanya. Jalanan tetap penuh lampu, mobil tetap melintas, dan gedung-gedung tinggi tetap berdiri seperti tak terjadi apa-apa.