Before You Die

andriani
Chapter #4

#4 Pradji Kritis

Bona mempercepat langkahnya menuju ke kamar rawat Pradji. Monik telah menunggu di luar. Ia terlihat gusar dan gelisah. Wanita di hadapan Bona kini menatap ke kamar rawat ayahnya dengan tatapan nanar. Bona berusaha mendekat dan menghibur Monik, "Duduklah. Operasinya akan memakan waktu yang lama. Kalau kau berdiri terus, kau akan capek." Monik menuruti usul Bona. Ia duduk di kursi tunggu kamar rawat ayahnya yang berada di luar.

"Menurut kau, perlukah aku menghubungi ibu? Pantas tidak orang yang sudah berselingkuh kuundang saat bapakku kritis begini?"

"Secara etika tidak pantas. Tetapi setidaknya kau memberitahunya. Biar bagaimanapun ibu dan bapakmu pernah bersama. Beritahu saja kalau bapakmu kritis."

"Entahlah. Kurasa lebih baik ia tak tahu soal kondisi bapak. Oh ya, besok kalau bapak masih kritis mungkin diskusi kita soal festival harus ditunda dulu. Aku masih ingin fokus menemani bapak. Nanti kalau bapak sudah agak mendingan kita bahas kembali. Bapak mungkin juga bisa memberikan satu dua masukan untuk festival nanti," celoteh Monik pada Bona. Bona hanya diam menanggapi celotehan Monik. Meski ia tahu besok Pradji akan dijemput malaikat maut, ia tak boleh memberitahu hal itu pada Monik. Rahasia malaikat tidak boleh diketahui manusia.

"Baiklah tidak apa. Aku akan menunggu. Aku sengaja kembali barangkali kau butuh sesuatu atau mungkin Pak Pradji butuh sesuatu." Monik tersenyum tipis lalu berkata, "Tidak, terimakasih." Bona memilih duduk di samping Monik. Ia memandang Monik yang mengatupkan tangannya seperti orang sedang berdoa. Kepalanya menunduk ke bawah entah apa yang sedang Monik pikirkan. Bona memerhatikan lebih lekat dan ternyata Monik menangis. Bona yang merasa bersalah karena tak tahu harus berkata apa, ia mengeluarkan tisu dari saku celananya. Ia menyodorkan tisunya pada Monik. Monik menerima tisu pemberian Bona lalu perlahan mengusap air matanya yang terus berlinang membasai pipinya. Bona memutuskan untuk pergi dari situ daripada ia melihat Monik menangis begitu. Ia tidak bisa melihat wanita menangis. Ia takut jika melihat Monik menangis dan tak kunjung berhenti, tangannya itu meraih Monik dalam rangkulannya. Sebelum Bona pergi, Bona berusaha menghentikan tangisan Monik dengan bertanya soal makan malam Monik, "Kau sudah makan malam belum?" tanya Bona. Bukan jawaban yang didapat Bona melainkan isak tangis Monik yang semakin pecah, "Belum, aku tidak lapar. Kau saja yang makan," balas Monik terhadap pertanyaan Bona. Bona yang mendengar itu segera berkomentar, "Bapakmu sakit, tidak mungkin kau ikut sakit di waktu bersamaan. Kau harus makan Monik. Aku belikan makan ya. Tunggu di sini dan jangan beranjak ke mana-mana," ujar Bona. Bona beranjak dari situ dan segera ke kantin RS. Untungnya kantin saat itu buka. Ia segera membeli nasi bungkus serta minum untuk Monik. Sesudah ia membeli, ia pergi mencari Sam lebih dulu. Ia mau bertanya kapan Sam akan menjemput Pak Pradji.

"Sam! Apa kau sedang sibuk? Aku ingin bertanya sesuatu."

Sam menggeleng kemudian memberinya jawaban, "Tidak sibuk. Mungkin besok jam 08.00 pagi aku baru sibuk."

"Kapan kau menjemput Pradji?" tanya Bona. Sam menjawab, "Jam 08.00 besok pagi. Apa Pradji sudah selesai berurusan denganmu? Oh ya, untuk berkasnya, kau berikan saja nanti saat aku menjemputnya. Jangan sampai anaknya tahu kalau ayahnya meninggal sebentar lagi. Jujur saja, aku tidak tega melihat Monik seperti itu. Kau tahu kisah Monik kan? Ibunya saja sudah meninggalkan dia, sekarang ganti ayahnya. Syukurlah kalau dia sudah dewasa dan mandiri seperti sekarang ini. Kau tahu kan Bon, apa yang harus kau lakukan? Setidaknya temani dia saat pemakaman besok. Dia punya riwayat jantung kalau dia syok dia bisa menyusul ayahnya, padahal belum waktunya dia pergi."

"Aku berpikir seperti itu. Tetapi nanti dia merasa dikuntit. Bisa kulakukan jika memantaunya dari jauh."

"Tentu bisa. Jangan tampakkan dirimu terlalu sering di depannya," tegur Sam. Kali ini Sam yang meninggalkan Bona termangu di lorong RS. Bona akhirnya berjalan kembali ke kamar rawat Pradji. Ia melihat Monik masih duduk dengan matanya yang sembab dan pipinya masih terlihat basah akan air mata. Bona lalu memberikan nasi bungkus itu pada Monik. Monik menerimanya dan meletakkannya di samping kursinya. Bona yang melihat itu protes, "Kau harus makan Monik. Bapakmu di dalam sakit, kau tidak bisa menjaganya jika tidak makan. Kau ingin kusuapi?" paksa Bona pada Monik sedikit menggodanya. Monik masih diam dan tak bergerak mengambil nasi bungkusnya. Bona yang sudah geregetan mengambil nasi bungkus itu lalu membukakan untuk Monik. "Tolong jangan bersikap begini. Kau membuatku bingung."

"Aku tidak lapar Bon. Mana bisa aku makan jika bapakku sekarat di dalam. Bon, dia tidak ada teman di dalam. Dokter baru saja masuk dan mengecek keadaannya aku diminta menunggu di luar." Kini Bona yang penasaran dengan kunjungan dokter.

"Apa kata dokter?" tanya Bona. Dokter dari kamar rawat Pradji keluar, "Pak Pradji harus dioperasi. Aku tidak tahu akan memakan berapa lama waktu operasinya."

Lihat selengkapnya