BEGAL 2: WHO IS THE BIG BOSS

Runderby
Chapter #2

Bab 2: Malam Resah, Ikrar Baru

Penantian yang terasa mencekik itu akhirnya berakhir ketika suara ketukan pelan namun tegas terdengar di pintu depan rumah Alex. Jantungnya yang sedari tadi berpacu sedikit melompat. Ia bergegas membuka pintu, napasnya sedikit tertahan.

Di ambang pintu, berdiri Ari dan Kirana. Cahaya lampu jalan yang remang menyoroti wajah mereka yang tampak lelah, garis-garis ketegangan terukir jelas di sana, namun sorot mata keduanya masih menyiratkan keteguhan yang sama seperti dulu. Debu perjalanan dan keringat malam menempel di pakaian mereka.

“Kalian... kalian nggak apa-apa, kan?” tanya Alex, suaranya serak, kekhawatiran yang coba ia sembunyikan tetap saja lolos.

Kirana mengangguk singkat, mencoba tersenyum meski terlihat kaku. “Iya, Lex. Kami aman.”

Ari menepuk pelan bahu Alex, sebuah gestur menenangkan yang terasa familiar. “Santai aja, Lex. Nggak usah khawatir berlebihan. Kami sampai dengan selamat.”

Alex menghela napas lega, meski hanya sedikit. Ia minggir, memberi isyarat agar mereka masuk. Begitu pintu tertutup di belakang mereka, mengisolasi mereka dari dunia luar yang kini terasa penuh ancaman, Alex tak bisa menahan diri lebih lama lagi. Ruang tamu yang tadinya terasa kosong kini penuh sesak oleh kehadiran mereka dan ketegangan yang tak terucapkan.

“Oke...” Alex memulai, suaranya rendah dan berat, ia mengusap wajahnya yang lelah. “Mana... mana kartu yang kalian dapat?” Kegelisahan terpancar jelas dalam gerak-geriknya.

Tanpa banyak kata, Ari dan Kirana merogoh saku jaket mereka, mengeluarkan kartu hitam yang identik. Mereka menyerahkannya pada Alex. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Alex meletakkan ketiga kartu itu berjajar di atas meja kopi—miliknya, milik Ari, dan milik Kirana. Sama persis. Simbol B.B. berwarna merah darah itu seolah mengejek mereka.

Wajah Alex mengeras, rahangnya terkatup rapat. “Anjing... Ini beneran sama persis. Desain, kertas, bahkan cara melipatnya...” gumamnya, napasnya terasa berat di dada. “Kayaknya... kita benar-benar nggak bisa main-main lagi sama ini.”

Kirana mengernyitkan dahi, matanya menyapu ruangan. “Lah... katanya tadi lo udah bareng Rio, Lex? Mana dia?”

Alex mengangguk, menunjuk ke arah dapur dengan dagunya. “Iya. Dia lagi di belakang. Katanya mau bikin kopi.”

“Oh, yaudah,” sahut Kirana, mencoba terdengar santai meski jelas ia juga merasakan ketegangan yang sama. “Kalau gitu, gimana rencana kita selanjutnya? Kita nggak bisa diam aja, kan?”

Lihat selengkapnya