Bel jam pelajaran terakhir sudah berbunyi pertanda berakhirnya kegiatan belajar mengajar saat ini. Hari ini Ami mendapat tugas piket sehingga membuat dirinya harus pulang ke asrama dengan terlambat.
Setelah membereskan meja, menyapu, dan membersihkan sisa spidol yang menempel di papan tulis, Ami membereskan buku-buku yang ada di meja guru lalu membawanya untuk di kembalikan ke perpustakaan.
Saat Ami baru saja mengangkat buku-buku itu, ia sedikit dikejutkan oleh suara seorang perempuan di belakangnya. Ami sangat tahu pemilik suara itu. Ami menoleh perlahan lalu didapatinya sang gadis tengah berdiri tidak jauh darinya dengan pandangan tidak suka.
"Elsa...," gumam Ami lirih.
"Jangan sebut nama gue dengan mulut kotor lo! Gue jijik."
Ami langsung menunduk setelah mendengar perkataan Elsa barusan. Ia tidak bisa berkutik lagi kalau sudah berhadapan dengan Elsa, ia merasa seperti orang bodoh yang tidak bisa melawan sedikit pun. Mungkin karena ini berkaitan dengan masa lalunya.
"Lo bener-bener gak menghiraukan ancaman gue, ya? Sebenernya lo itu pura-pura bego atau bener-bener bego sih?"
Ami tetap menunduk enggan menjawab sedikit pun. Bahkan kali ini air matanya benar-benar menginginkan untuk keluar tapi tetap berusaha Ami tahan.
"Lo seharusnya sadar diri, lo tuh gak pantes satu sekolah sama gue!" seru Elsa lagi sambil mendorong bahu Ami dengan keras sehingga kini badan Ami membentur meja di belakangnya. "Lo tuh, ya, harus diperingatin berapa kali sih biar lo sadar. Atau gue harus bikin lo celaka biar lo tau diri!" Kini suara Elsa mulai terdengar keras dan seketika ucapan Elsa langsung membuat air mata Ami jatuh mengaliri pipinya.
Terlihat Elsa menghela napas kasar. "Gue muak dengan semuanya!"
Ami mencoba mengumpulkan keberanian untuk menjawab segala ucapan Elsa. "Kasih gue waktu," seru Ami kemudian dengan air mata tetap mengalir di pipinya.
"Sampai kapan? Sampai lo berhasil bunuh gue juga, hah!"
"ELSA!" Ami kini jadi mengucapkan nama Elsa dengan kasar. "Gue gak punya maksud buat--"
"Ami..." Itu bukan suara dari Elsa, melainkan dari seseorang yang kini berdiri di depan pintu kelas. Seketika Ami dan Elsa menoleh ke arah sumber suara. Sontak saja mereka berdua terkejut ketika mendapati Rifa yang tengah berdiri tepat di ambang pintu.
"Rifa...," seru Elsa lirih. Apa Rifa denger semua pembicaran gue sama Ami? batin Elsa.
Terlihat Rifa sama sekali tak menggubris keberadaan Elsa. "Gue nyari lo di mana-mana, ternyata lo di sini," seru Rifa lalu berjalan ke arah Ami sambil menatapnya. terdapat sisa air mata di sana. "Lo nangis?"
Ami langsung buru-buru menyeka air matanya sementara Elsa yang melihatnya langsung tersenyum miring dan menatap mereka berdua dengan pandangan kesal.
"Kenapa lo nangis?" tanya Rifa lagi. "Lo apain Ami, Els?" Kini Rifa beralih menatap Elsa yang berdiri tidak jauh darinya.
Elsa langsung mendesah kasar. "Lo ngomong sama gue?"
"ELSA!" bentak Rifa.
Sebelum Rifa mulai mengeluarkan kata-kata kasarnya lagi, Ami langsung menarik tangan Rifa. "Udah, Rif, Elsa gak salah. Gue gak papa kok. Ayo pergi," ajak Ami lalu mengambil buku-buku di meja yang hendak ia bawa ke perpustakaan.
Ami langsung berjalan keluar lalu disusul oleh Rifa, dan Rifa langsung mengambil semua buku yang tadi dibawa Ami dan berakhirlah kini Rifa yang membawanya.
"Lo gak papa, kan?" tanya Rifa ketika mereka berdua sudah mengembalikan buku di perpustakaan. Ami hanya menjawab dengan anggukan.
"Sebenernya lo punya masalah apa sih sama Elsa?" tanya Rifa to the point dan otomatis membuat langkah Ami terhenti. Melihat Ami yang berhenti melangkah, Rifa pun ikut berhenti dan kini mereka berdua saling berpandangan.
"Gue gak ada masalah apa-apa," jawab Ami sambil memalingkan wajahnya dari Rifa.
"Lo bohong, kan?" tanya Rifa lagi sambil masih tetap memandang lurus ke mata Ami.
"Nggak." Ami langsung menjawab cepat dengan tetap memalingkan wajahnya.
"Lo bohong!"
"Kalo gue bohong, kenapa? Ada masalah?"
"Kenapa lo nggak coba buat jujur. Toh nggak ada salahnya, kan? Seenggaknya bisa bikin unek-unek di hati lo sedikit mereda."
"Kenapa gue harus jujur?"