Ami dan Rifa kini sama-sama tengah menyantap makanannya dengan lahap. Mereka duduk berhadapan dan menempati kursi makan paling pojok dekat dengan kolam di dalam sekolah tersebut.
"Makannya pelan-pelan dong, nggak bisa jaga image banget sih di depan pacar sendiri." Rifa menggerutu sambil memandangi pacarnya itu yang tengah makan dengan lahapnya.
"Aku lapar," jawab Ami tanpa menoleh ke arah Rifa sedikitpun.
Rifa hanya mendengus kesal melihat kelakuan pacarnya. Untung sayang, ucapnya dalam hati.
Teringat sesuatu, Rifa langsung berdeham dan kembali memanggil Ami.
"Apa?" tanya Ami masih tetap dalam posisinya.
"Sebenarnya aku masih penasaran tentang masalah kamu sama Elsa." jujur Rifa, tapi cukup berhasil membuat pandangan Ami beralih ke arahnya.
Ami menatap Rifa dengan padangan terkejut. Pria ini kembali membahas masalahnya dengan Elsa. Sungguh, ia benar-benar tidak mau masa lalu yang sudah ia kubur dalam-dalam kembali menggerogoti pikirannya.
"Sekarang, kamu siap menceritakannya belum?" tanya Rifa lagi.
Ami diam seribu bahasa. Ia benar-benar belum siap untuk menceritakan masa lalunya itu pada orang lain. Terlebih Rifa cuma seseorang yang baru saja menjadi pacarnya. Iya, kan? Ia tidak bisa menjamin kalau Rifa akan merahasiakannya. Namun kalau ia tidak menjawab, ia hanya takut akan terjadi pertengkaran lagi antara dirinya dan Rifa, padahal mereka baru saja berbaikan.
Melihat Ami yang hanya diam saja, Rifa menghela napas panjang dan berusaha untuk memendam bulat-bulat rasa keingintahuannya. Ia tentu tahu apa yang tengah dipikirkan Ami hanya dengan melihat raut wajahnya saat ini.
"Nggak papa kalo kamu belum siap, aku gak akan maksa." Rifa berucap sangat pelan dan lembut sambil memegang tangan Ami yang berada di atas meja lalu mengelusnya pelan.
"Maaf." Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Ami. Ia benar-benar bingung harus mengatakan apa lagi.
"Kenapa minta maaf? Semua manusia punya alasan tertentu, kan hingga orang lain tidak berhak untuk mencampuri urusannya? Jangan katakan kalo menurut kamu itu sulit, mengerti?" seru Rifa sambil menyunggingkan senyum tipisnya yang demi tujuh member BTS, senyum itu dapat membuat Ami langsung gila akan keindahannya.
"Akan kukatakan kalo aku udah siap," janji Ami.
Rifa kembali tersenyum lalu mengangguk. "Ayo, lanjutin makannya."
Ami mengangguk dan mulai memasukkan kembali makanan ke mulutnya. Sungguh, rasanya sekarang sudah tidak senikmat tadi semenjak Rifa membahas akan masa lalunya itu.
"Minggu depan mulai ujian akhir, ya?" tanya Rifa.
Ami hanya menjawab dengan sebuah anggukan.
"Aku jadi sedih kalo udah mulai ujian," seru Rifa sambil mengerucutkan bibirnya, lalu menempelkan dagu itu di atas tangan yang ia lipat di atas meja. Itu lucu sekali, Ami jadi tersenyum melihat tingkah pacarnya yang seperti itu.
"Kenapa sedih? Sekarang kamu mulai mikirin nilai, ya?"
Rifa menggeleng pelan. "Bukan," serunya. "Bukan karna itu."
"Lalu?" tanya Ami mulai penasaran.
"Nanti aku jadi jarang ketemu sama kamu selama liburan."
Seketika tawa Ami meledak ketika mendengar penuturan dari mulut Rifa. Ingat, ya, mulut Rifa loh. Pengakuan itu dari mulut seorang Rifa yang memiliki tingkat keangkuhan yang super duper melebihi angkuhnya Suho Exo saat membahas kekayaannya.
"Hei, sejak kapan lo jadi kayak gini?" tanya Ami.
"Lo lagi?" seru Rifa sambil mendelik ke arah Ami tanpa merubah posisinya. Oke, Ami melupakan sesuatu. Ia mengatakan lo-gue lagi saat bicara dengan Rifa.
"Kamu, kamu. Maaf," seru Ami sambil berusaha untuk menahan senyumnya. "Kenapa kamu berpikir kita bakal jarang ketemu saat liburan? Kamu kan bisa main ke rumahku."
Rifa langsung mengangkat tubuhnya sambil memandang Ami tidak percaya. "Serius aku boleh main ke rumah kamu?"
Ami mengangguk. "Asal kamu nggak ngehabisin stock makanan di kulkasku."
Rifa langsung nyengir sambil menunjukkan deretan giginya. Rifa mencondongkan badannya ke depan dan matanya tertuju pada pipi Ami yang mulus itu.