Begin

Fiha Ainun
Chapter #24

DUA PULUH TIGA

Oke, karena Ami merasa kesal pada Rifa, ia memutuskan untuk pergi dari ruangan kelas sambil terus mengeluarkan gerutuan dan sumpah serapah dari dalam mulutnya.

Kini Ami sudah berdiri di dekat taman. Baru saja ia menutup matanya untuk menikmati angin sejuk yang menerpa wajah, ia dikejutkan dengan suara seorang pria yang memanggilnya dari belakang. Ami jelas tahu siapa itu, dia pacarnya sendiri. Pacar yang dengan teganya mengolok-olok dirinya di depan teman sekelas.

Kalau saja membunuh manusia itu dihalalkan, mungkin nyawa pria di belakangnya sudah tidak tertolong lagi.

"Ami," panggil Rifa.

Ami tetap tidak bergeming, ia sama sekali tidak menoleh. Rasanya ia terlalu malas untuk menjawab panggilan itu.

"Sayang," pangilnya lagi sambil memegang pelan bahu Ami dan meremasnya sedikit.

Sungguh, untuk kali ini pertahanan Ami mulai bobol hanya karena satu kata yang tadi Rifa ucapkan.

Kenapa hatinya gampang luluh seperti itu hanya karena Rifa memanggilnya sayang? Oh ayolah, kembalikan kesadaran Ami saat ini.

"Kamu masih marah?" tanya Rifa sambil berdiri tepat di sebelah Ami.

Ami langsung melengos tidak mau menatap wajah pria itu. Bukannya ia masih marah saat ini, hanya saja ia tidak mau ketahuan kalau ia sedang senyum-senyum karena ucapan Rifa tadi.

"Hei jangan marah dong. Ayolah, aku cuma becanda," bujuk Rifa.

Mungkin mengerjai seseorang tidak dosa kali, ya! Toh awalnya Rifa juga yang mulai.

Akhirnya Ami memilih tetap tidak bergeming. Ia ingin mengerjai Rifa saat ini, itu yang terlintas dalam pikirannya.

"Maaf, ya," seru Rifa dan kini meraih tangan Ami lalu menggenggamnya.

"Salah siapa ngejek aku kayak gitu?" Kini Ami mulai mengeluarkan suara.

"Hei, aku cuma becanda. Tapi bukannya kamu duluan, ya yang tadi ngejek aku?" tanya Rifa.

Oke, itu adalah kesalahan Ami karena duluan mengejek Rifa tadi. Seharusnya Rifa yang marah, kan? Tapi biarlah, harusnya Rifa sadar karena pada dasarnya wanita itu selalu benar sehingga ia tidak perlu repot menanyakan hal itu padanya.

"Ceritanya balas dendam," seru Ami dengan nada mengejek.

Rifa menggeleng cepat. "Nggak, nggak sama sekali, beneran. Aku cuma malu sama peringkatku, tapi ternyata kamu jauh lebih buruk dariku."

"Kamu ngejek aku lagi?!" seru Ami sambil melepaskan tangannya dari Rifa.

Rifa menghela napas berat. "Aku gak bermaksud kayak gitu, kumohon percayalah!" serunya kembali meraih tangan Ami lalu menghadiahi kecupan singkat di tangan Ami.

Ami melotot melihat tingkah Rifa. Beruntung saat ini suasana taman sedang sepi sehingga Ami tidak perlu susah susah untuk menutupi rasa malunya itu.

"Apa-apaan sih!" gerutu Ami.

"Tapi seneng, kan?" goda Rifa sambil menaik turunkan alisnya.

Ami tersenyum samar setelah melihat tingkah Rifa tadi.

"Tuh, kan senyum-senyum," goda Rifa sambil menunjuk-nunjuk pipi Ami dengan jari telunjuknya.

"Ihh. Kamu tuh, ya!" Ami segera menyingkirkan tangan Rifa dari pipinya.

"Idih senyum-senyum. Jadi, sekarang udah gak marah lagi, kan?"

"Kamu maunya aku marah terus?"

Rifa menggeleng. "Ya nggak lah, gak enak tau dicemberutin terus kayak tadi," serunya sambil mengerucutkan bibir.

Ami tersenyum tipis. "Jadi sekarang, kamu masih malu tidak sama peringkat kamu yang kayak gitu setelah melihat peringkatku?"

"Tetep aja aku malu," seru Rifa. "Harus pake alasan apa buat jelasin ke keluarga aku coba."

"Hei, ceritain aja tentang aku. Bahkan aku sama sekali nggak malu sama peringkat aku yang ke 40 ini. Jadi--"

"Ami!" Teriakan seorang wanita yang sangat keras sontak membuat Ami menggantungkan ucapannya. Ia sangat hafal pemilik suara itu.

Ia harus bagaimana? Apa yang harus ia lakukan?

Lihat selengkapnya