Sudah satu minggu ini Mama Marisa dirawat di rumah sakit, hingga membuat Ami jadi terus bolak-balik dari asrama ke rumah sakit untuk menjenguk mamanya. Padahal papanya sudah melarang Ami untuk datang ke rumah sakit, namun pada dasarnya sifat Ami yang keras kepala makanya ia jadi tidak menggubris omongan papanya itu. Toh walaupun ia harus bolak balik asrama rumah sakit juga tidak akan di cap bolos oleh ibu asrama, karena dia sudah mengetahui bagaimana keadaan mamanya Ami sekarang.
Ami juga tidak selalu sendiri datang ke rumah sakit, ia selalu ditemani Rifa. Namun tentunya, Rifa pasti sudah di cap bolos karena keluar asrama tanpa izin. Dia kan tidak mungkin beralasan untuk menjenguk Mama Marisa setiap hari.
Dia siapa? Pacar Ami! Baru pacar bukan suami. Tapi biarlah, toh Rifa juga selama ini cuek-cuek saja, jadi Ami tidak sedikit pun merasa terbebani.
Saat ini di kamar rawat Mama Marisa sudah ramai yang menjenguk. Ya, teman-teman Ami banyak yang menjenguk. Ada Helena, Bambam, Kiki, Risa, dan juga teman-teman yang lainnya.
"Ini Helena, kan? Apa kabar sayang?" sapa Mama Marisa sambil memeluk Helena.
Helena tersenyum sambil menunjukkan deretan giginya. "Baik, Tante. Tante gimana? Udah baikan?"
Mama Marisa tersenyum. "Tante sehat kok. Iya, kan Ami?" tanya Mama Marisa sambil mendelik ke arah Ami yang tengah duduk di sofa sambil memakan buah-buahan pemberian teman-temannya itu.
"Ami! Itu kan buat Tante yang lagi sakit. Kok lo yang makan sih!" Risa langsung ngedumel sendiri melihat Ami, sementara yang lainnya hanya tertawa kecil.
"Punya Mama punya gue juga," seru Ami dan langsung dihadiahi tatapan sinis dari Risa.
Mama Marisa tersenyum sambil melihat ke arah Risa. "Ini... siapa?" tanya Mama Marisa pada Helena sambil menunjuk ke arah Risa.
"Namaku Risa, Tante," seru Risa sopan pada Mama Marisa.
Mama Marisa hanya mengangguk-angguk pelan. "Teman sekamarnya Ami, ya?" tanyanya dan Risa menjawab dengan sebuah anggukan.
"Tante, Tante tidak bertanya namaku?" tanya Bambam dan langsung membuat Mama Marisa tertawa.
"Namamu siapa, Nak?" tanya Mama Marisa kemudian.
"Namaku Bambam, Tante. Dan Tante harus tau satu hal," ujarnya lalu berjalan mendekati Mama Marisa. "Dulu, aku peringkat terakhir di kelas. Tapi, sejak Ami berada di kelasku, aku jadi langsung naik satu peringkat," serunya dengan nada sedikit berbisik padahal semua orang yang berada di ruangan itu dapat mendengarnya.
Ami yang mendengarnya langsung melempar bantal sofa ke arah Bambam. "Kenapa lo bawa-bawa peringkat gue?"
Bambam mengelus-elus kepalanya yang tadi dilempari bantal. "Gue kan bicara fakta!" Elaknya tak mau kalah dan membuat suasana di dalam kamar itu semakin riuh dengan suara tawa teman Ami yang lainnya.
Ami sudah bersiap mengambil ancang-ancang untuk melempar bantal lagi namun segera dilerai oleh mamanya.
"Udah udah," lerainya. Mama Marisa lalu menatap Kiki yang berdiri di sebelah Helena. "Namamu siapa, Nak?"
Kiki tersenyum kikuk. Namun sebelum ia menjawab pertanyaan itu, Bambam berpindah posisi ke sebelah Kiki dan langsung menjawab pertanyaan dari Mama Marisa sambil merangkul bahu Kiki.
"Dia Kiki, Tante. Peringkat ke dua di kelas."
"Dua?" tanya Mama Marisa ragu lalu melirik ke arah Rifa yang tengah duduk di sebelah Ami. "Bukannya Rifa yang peringkat dua?"
Mendengar ucapan Mama Marisa sontak semua teman Ami langsung tertawa terpingkal-pingkal. Ami baru ingat kalau dulu saat Rifa pertama kali bertemu Mamanya di sekolah, Rifa pernah mengatakan kalau ia merupakan peringkat dua di kelas. Dan sekarang lihat, kebenarannya terungkap. Ami jadi ikut tertawa mendengarnya.
"Peringkat dua apanya, Tante," seru Bambam disela tawanya. "Peringkat dua puluh enam, ya iya!"
Mama Marisa lalu langsung melirik lagi ke arah Rifa, membuat Rifa langsung tersenyum kikuk. Rifa menatap Ami sekilas berusaha meminta bantuan, namun Ami hanya melihatnya lalu menjulurkan lidah yang otomatis membuat Rifa menggerutu pelan.
Ia kembali menatap Mama Marisa lalu menunjukkan cengiran sambil menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal sama sekali.
"Maaf, Ma. Aku waktu itu cuma pengen ngerjain Ami aja. Aku gak maksud buat bohongin Mama."
"MAMA!" spontan semua orang yang berada di ruangan itu langsung berteriak kaget. Kecuali Mama Marisa, Rifa, dan Ami tentunya.
"Mama? Rifa manggil Mama?" tanya Helena sambil menggeleng tidak percaya.
"Hei, Rifa kan calon mantu Tante," ucap Mama Marisa cuek namun langsung membuat Ami langsung tersedak setelah mendengarnya.
"Waw! Keren, udah dapat lampu hijau dari Tante Marisa ternyata," seru Kiki tak lupa dengan tawa setelahnya.
"Beda, ya yang punya pacar mah," timbrung Bambam.
"Makanya jangan jomblo mulu. Kebanyakan nonton video seks sih lo, jadinya cewek-cewek pada ilfeel kan sama lo!" seru Risa dan langsung dihadiahi tatapan sinis oleh Bambam.
Semua hanya tertawa sampai akhirnya terdengar suara pintu terbuka. Semua menoleh dan mendapati pria separuh baya memasuki ruangan.
"Waahh... lagi ada tamu rupanya."
Semua menatap Mama Marisa seolah bertanya siapa pria itu. Mama Marisa yang mengerti langsung tersenyum. "Dia Papanya Ami."
Mereka langsung tersenyum lalu langsung mendekati Papa Wijaya dan mencium tangannya bergiliran, kecuali Ami.
"Wahh... Om romantis banget, pake acara bawa bunga segala," seru Bambam karena ia melihat sebuah karangan bunga yang dibawa Papa Wijaya.
Papa Wijaya menggeleng. "Bukan, ini bukan dari Om. Om menemukannya tadi di depan pintu."
Ami yang mendengarnya langsung bangkit dan mendekati Papanya. "Dari si pengirim misterius lagi?" tanyanya sambil meraih karangan bunga itu dari tangan Papanya.
Papanya hanya mengangkat bahunya cuek. "Mungkin."
"Pengirim misterius?" tanya Helena penasaran. Semua pun ikut menatap Ami penasaran meminta penjelasan.
Ami menghela napas pelan. "Iya, pengirim misterius. Udah seminggu ini semenjak Mama dirawat selalu ada karangan bunga yang sengaja diletakkan di depan pintu."
Semua terlihat mengangguk-angguk paham.