Sudah dua minggu ini Ami meninggalkan asrama. Semenjak kejadian itu, ia jadi enggan untuk tidur di asrama. Bahkan untuk sekolah pun ia sudah tidak mau. Surat panggilan sudah ia dapatkan karena ia tidak masuk tanpa keterangan, namun Ami tak peduli. Ami sudah muak dengan semuanya, muak dengan segala masalah yang terus menghampirinya bertubi-tubi.
Banyak teman-temannya yang datang ke rumah untuk membujuk Ami namun Ami tidak menggubrisnya. Bahkan saat teman-temannya datang pun ia tidak menemui mereka sama sekali. Ia keluar kamar saat perutnya merasa lapar atau haus saja, selebihnya tidak.
Mama dan Papanya sudah merayu berkali-kali untuk berhenti berbuat seperti itu tapi Ami juga tidak memedulikannya. Dua minggu lalu, saat Ami baru saja bertengkar dengan Elsa, ia langsung pulang ke rumah, tapi dia tak memberi tahu sedikit pun masalahnya pada Mama Marisa hingga membuat Mama Marisa bingung dengan sikapnya.
Ami hanya mengurung diri di dalam kamar. Kalau ia bosan, ia hanya menonton drama-drama korea yang ada di laptopnya atau hanya sekadar menonton mv maupun live streaming exo di ponsel. Kalau ada pesan masuk di ponsel-nya, ia hanya membiarkannya. Ia enggan untuk membaca pesan itu bahkan untuk melihatnya pun ia tidak mau.
Entah Rifa maupun Kiki sudah sering datang ke rumah, tapi Ami sama sekali tidak memedulikannya. Apalagi kalau ia harus melihat wajah Rifa, rasanya ia benar-benar ingin mencabik-cabik wajah pria itu walaupun ia yakini saat ini hatinya masih milik dia sepenuhnya. Keluarganya tentu saja masih menyambut kedatangan Rifa dengan hangat kalau pria itu berkunjung, mereka memang tidak mengetahui kalau sekarang bisa dibilang kalau Rifa dan Ami sudah putus. Ami ulangi, PUTUS!
Kini giliran Elsa yang mulai berkunjung di kediaman Ami. Ia memantapkan diri untuk berkunjung. Selain untuk bertemu Ami, ia juga ingin meminta maaf pada Mama Marisa perihal kecelakaan itu.
Elsa mulai memencet bel rumah itu. Selang beberapa menit kemudian, ia melihat seseorang membuka pintu. Elsa sudah was-was karena ia takut yang membuka pintu entah Ami maupun Mama Marisa, ia cuma bingung harus mengawali dengan kata apa jika langsung berhadapan dengan mereka.
"Cari siapa, Non?" Elsa sedikit lega karena yang membuka pintu itu pembantu di rumah ami. "Mau jenguk Non Ami, ya?"
Elsa mengangguk. "Ami-nya ada?"
"Ada, Non. Mari masuk dulu."
Elsa langsung melangkah mengikuti pembantu itu menuju ruang tamu.
"Silahkan duduk dulu, Non. Bibi panggil Ibu dulu, ya," ucap pembantu itu yang dijawab dengan anggukan oleh Elsa.
Pembantu itu melangkah ke arah dapur. Sepertinya Mama Marisa tengah berada di sana. Ia mulai gelisah, bagaimana pun ia sudah lama tidak berinteraksi dengan Mama Marisa lagi. Terakhir kali mereka bertemu hanya berbicara sebentar saja.
Terlihat Mama Marisa yang mulai melangkah dari arah dapur tengah menatap Elsa dengan terkejut. Elsa langsung bangkit dari duduknya dan langsung menyalami tangan Mama Marisa.
Sepertinya sudah membaik, batinnya karena melihat Mama Marisa kini sudah terlihat baik-baik saja.
Mama Marisa meraba pipi Elsa sambil menggeleng tak percaya. "Elsa," ucapnya pelan. "Ini beneran Elsa, kan?" tanyanya.
Elsa rindu dengan belaian tangan itu. Walaupun wanita di hadapannya ini bukan mama kandungnya, namun ia sangat menyayanginya. Ia takkan pernah melupakan sikap baiknya dulu pada Elsa. Elsa menjawab dengan anggukan, dan ia sudah meneteskan air matanya lagi sekarang.
"Ya Allah Nak, Bunda rindu," ucapnya sambil merangkul tubuh Elsa. Melihat perlakuannya semakin membuat Elsa menangis haru.
Bunda, panggilan itu kini kembali mengalun di telinganya seperti musik. Dulu, ia dan Salsa selalu memanggil Mama Marisa dengan sebutan Bunda. Bahkan gara-gara itu, Ami dan Elsa sempat bertengkar karena Ami merasa iri melihat Mamanya dipanggil Bunda oleh Elsa. Ami rasa, panggilan Bunda malah lebih mengakrabi daripada panggilan Mama. Padahal sama saja, bukan?
"Kenapa nggak pernah ke sini?" tanya Mama Marisa sambil melepas pelukannya lalu mengusap air matanya karena tadi ikut menangis. "Tuh, kan Bunda jadi terharu," ucapnya lagi.
"Udah sini duduk dulu. Bi, buatin minum, ya buat Elsa!" seru Mama Marisa dengan sedikit berteriak agar pembantu yang tadi berada di dapur dapat mendengarnya. Setelah itu keduanya langsung duduk bersebelahan.
"Elsa satu sekolah, kan sama Ami?" tanya Mama Marisa.
"Iya, Bunda," jawab Elsa.
"Waktu itu Bunda pernah ketemu Elsa, kan di sekolah? Tapi keliatannya Elsa kayak lupa gitu sama Bunda."
Elsa langsung menggeleng. "Nggak, Bunda. Elsa gak pernah lupa sama Bunda," ucap Elsa langsung dan membuat Mama Marisa mengulum senyumnya.
"Bunda tau, Elsa gak mungkin lupa sama Bunda, kok," ucapnya sambil mengelus kepala Elsa.
Elsa rindu dengan belaian ini. Bahkan Mamanya sendiri tak pernah memperlakukan Elsa seperti ini.
"Maaf, Bunda," ucap Elsa sambil menunduk menahan tangis.
"Kenapa minta maaf?" tanya Mama Marisa tetap sambil mengelus kepala Elsa.
Elsa diam sebentar, mungkin sudah saatnya ia mengatakan ini. Entah bagaimana sikap Mama Marisa nanti, yang penting sekarang ia harus mengatakan kebenarannya.
"Sebenernya waktu itu..." Elsa menggantungkan kalimatnya sembari menghela napas pelan. "Aku yang nabrak Bunda, aku yang buat Bunda sampai celaka kayak gitu."
Terlihat Mama Marisa menatap Elsa dengan sedikit terkejut. Elsa dapat merasakannya karena Mama Marisa tiba-tiba menghentikan tangannya yang tadi mengelus rambut Elsa.
Bunda pasti marah, batin Elsa.
Namun diluar dugaannya, Mama Marisa justru tersenyum lalu kembali membelai rambut Elsa dengan lembut. "Bunda tau, sayang...," ucapnya yang langsung membuat Elsa terlonjak kaget.
"Bunda tau?" tanya Elsa tak percaya.
Mama Marisa mengangguk. "Waktu itu, Bunda tau kalo mobil yang nabrak Bunda itu milik kamu. Tapi Bunda gak bilang ke siapa-siapa kok, soalnya Bunda tau kamu gak punya niatan buat ngelakuin itu, kan?"
Hati Elsa langsung mencelos seketika, bagaimana mungkin Mama Marisa mengetahui segalanya tapi ia tak marah sama sekali. Sikapnya itu membuat Elsa jadi semakin merasa bersalah.
"Bunda, Elsa jahat. Waktu itu Elsa malah kabur dan gak nolongin bunda sama sekali," ucap Elsa lirih.
"Bunda ngerti, Elsa pasti ketakutan sampai nekat kabur dari kecelakaan itu, kan? Bunda ngerti kok," serunya sambil tersenyum.
Mendengar jawabannya membuat Elsa langsung menghambur ke pelukannya. Ia sudah tak kuat menahan tangis lagi. Bagaimana bisa Mama Marisa sebaik ini? Kalau Mamanya sendiri yang berada di posisi itu, pasti ia sudah langsung menjebloskan pelakunya ke penjara.
"Maafin Elsa, bunda... Elsa benar-benar minta maaf. Elsa udah jahat banget sama Bunda...," serunya sambil sesenggukan.
"Bunda maafin Elsa kok," ucap Mama Marisa lembut sambil memeluk Elsa. "Bunda udah seneng banget ngeliat Elsa berani minta maaf kayak gini. Jadi jangan nangis lagi, Elsa liat kan Bunda udah gak papa."
Elsa melepas pelukannya sambil menyeka sisa air matanya itu. "Tapi Bunda--"
"Udah jangan di bahas lagi," sela Mama Marisa. "Elsa mau ketemu Ami? biar Bunda panggilin Aminya, ya?"
Elsa langsung menggeleng. "Nggak, Bunda."
Mama Marisa mengerutkan keningnya karena heran. "Terus, kalo gak mau jenguk Ami, ngapain dong ke sini?"
"Mau ketemu, Bunda," ucap Elsa dan langsung mendapat senyuman dari Mama Marisa. Mama Marisa langsung mengelus pipi Elsa lalu menciumnya sekilas.