Behind The Glasses

Dyah Ayu Anggara
Chapter #2

"Pada Umumnya"

Kedua belah bibir Kenzie terus mengerucut kesal. Lirikan tajamnya terus mengarah pada sosok penyebab dirinya yang harus turut menyapu lantai pepustakaan yang dua kali lebih besar dari pada kamar tidurnya. Baru saja beberapa menit yang lalu, Pak Budiman menetapkan hukuman menyapu lantai perpustakaan pada Kenzie seorang diri. Sedangkan Keysie hanya dihukum membereskan buku-buku dan menyusunnya sesuai jenisnya.

"Huft! Selesai!" Kenzie mengangkat pengki berisi debu-debu yang baru saja disapunya dan membuangnya di tempat sampah terdekat. Ketika masuk kembali ke perpustakaan, Keysie pun terlihat sudah selesai membereskan buku-buku dan juga kursi-kursi yang sedikit tergeser dari posisi awalnya. Terhitung sudah setengah jam, Kenzie telah menghabiskan waktu berkutat membersihkan perpustakaan. Bersama cewek aneh yang dikenalnya kurang dari 24 jam. Samar-samar terdengar derap langkah kaki seseorang yang sepertinya mengarah ke perpustakaan. Tetapi baik Kenzie dan Keysie masih tetap pada posisi masing-masing. Keysie yang sibuk bucin dengan bukunya. Lalu Kenzie yang melamun memandangi wajah cewek itu.

'Wajahnya familiar ..."

Derap langkah itu semakin terdengar, disusul suara kencang gebrakan pintu perpustakaan. "Ken!! Ayo pul ... ang ...!" seruan Maxime perlahan menghilang saat dirinya benar-benar berada di dalam perpustakaan. "Ayo," sahut Kenzie sembari mengambil tas selempangnya dan menghampiri Maxime yang masih berdiri di ambang pintu. "Ngapain sih lo?" Kenzie mengikuti arah pandang Maxime yang tertuju pada Keysie yang sedang mengembalikan bukunya ke rak dan berjalan-jalan mencari buku lain. Cewek itu sama sekali tidak terganggu dengan kedatangan Maxime.

Maxime menarik pergelangan tangan Kenzie hingga mereka berdiri berhadapan di depan perpustakaan. "Dia Keysie kan? murid baru itu?" tanya Maxime dengan kedua mata berbinar bahagia. "Iya kali," sahut Kenzie, tidak peduli. Ia lebih mempedulikan sweater yang masih melekat di tubuh Maxime. "Gue mau berenang dulu ah, sebelum pulang" Maxime melotot nggak percaya "kan tadi udah waktu pelajaran olahraga!"

"Lo pulang aja duluan! Atau lo mau ikut gue berenang?"

"Nggak!" jawab Maxime cepat tanpa perlu berpikir. Kenzie mendecih melihat kepergian sahabatnya itu. Sudah sejak dua minggu lalu mereka belajar renang untuk latihan mereka di ujian praktik mendatang. Perlu diingat selama dua kali pertemuan mata pelajaran olahraga, Maxime izin tidak ikut pertama kalinya karena demam. Namun Kenzie tidak tahu alasan sahabatnya itu sekarang.

"Eh, kaget!" pekik Regina saat ia berbelok dari koridor kanan ketika Kenzie sedang berjalan lurus untuk menuruni tangga menuju lantai dasar.

"Eh, sama." balas Kenzie dengan wajah datarnya. Regina mendengus geli lantas menepuk singkat pundak sahabatnya yang sudah terlihat seperti ulzzang boy itu. "Gue duluan ya,"

"Re!" panggil Kenzie saat Regina baru saja melewati dua tangga dari posisinya, "lo tahu nggak kenapa Max tadi izin nggak ikut renang lagi?" bukannya tidak memperhatikan sahabat-sahabatnya, tapi Kenzie selalu sibuk bergabung dengan sekumpulan siswa penggila olahraga tadi.

Regina menghela napas lelah lalu mengendikan kedua bahunya, berusaha terlihat acuh ,tapi dari sorot matanya Kenzie bisa melihat keingintahuan Regina terkait alasan Max yang sudah absen dua kali di pelajaran olahraga. "izin untuk latihan marching band," jawab Regina singkat. Kenzie mengangguk lalu berujar 'hati-hati' pada Regina sebelum melanjutkan langkahnya menuju kolam renang di belakang kantor koperasi.

***

Seorang remaja laki-laki dengan wajah tetekuk memasuki sebuah minimarket. Tangannya merogoh memo yang diberikan ibunya tadi dari kantung hoodie nya. "Baru juga pulang! Udah disuruh-suurh aja!" gerutu Maxime. Kedua tungkai kurusnya langsung mendatangi rak-rak berisi telur, kemudian mengambil salah satu deterjen yang paling murah, dan yang terakhir adalah bonus untuknya dari sang ibu. Choco Mania!

Baru saja tangannya terulur meraih satu-satunya kotak Choco Mania rasa Dark Chocochips yang tersisa, tangan lain juga meraihnya. Maxime menoleh dan reflek menjauhkan tangannya yang memegang tangan orang yang juga mengambil snack ringan itu. "K-Keysie,"

"Iya, gue Keysie." sambut Keysie lalu melempar Choco Mania yang dipegangnya ke keranjang belanjaan Maxime tanpa berniat menurunkan kedua sudut bibirnya. "Kita pernah kenalan sebelumnya?" tanya Keysie. Maxime meringis begitu sadar ia terlalu frontal mengucap nama cewek yang diam-diam ia taksir itu.

"Ini, lo aja yang beli." Maxime balik melempar Choco Mania ke dalam keranjang Keysie yang penuh dengan minuman kaleng dan berbungkus-bungkus mie instan. "Hancur deh tuh biskuit," cicit Keysie tanpa melepas senyumnya pada Maxime. Cowok itu jadi merasa serba salah. Akhirnya ia lebih meyakinkan dirinya sendiri untuk membeli snack itu daripada saat Keysie buka kotaknya, isinya sudah remuk semua akibat dilempar-lempar.

"Ah maaf," sesal Maxime lalu memindahkan Choco Mania itu lagi ke dalam keranjangnya. Tindakan cowok itu mengundang kekehan kecil dari bibir Keysie yang masih mengatup manis. Melihat sikap Maxime yang mudah gugup dan ceroboh itu langsung mengingatkan Keysie dengan siswa yang menjatuhkan cangkir kopi ke tas tangan salah seorang guru saat ia mengumpulkan tugas dan murid-murid sekelasnya. "Kalau gitu, gue duluan ya." gumam Maxime lalu melesat berbelok dan menghilang di balik rak di depan Keysie.

"Belum rejekinya Icha," tutur Keysie saat seorang remaja perempuan lain menghampirinya dengan sekantung besar marshmallow. "Choco Mania nya nggak ada?" tanya Evi sambil melempar kantung marshmallow nya ke keranjang Keysie. "Bawa, nggak lihat keranjang gue udah penuh?" decak Keysie. "Kan udah gue bilang ambil troli aja!" gerutu Evi, tapi akhirnya diambil juga kantung tadi. Dalam hati Evi merutuki senyum aneh Keysie yang terus terpampang di wajah temannya itu. "Kan lo lagi sama gue keys, buka aja kacamatanya," tukas Evi ketika mereka berjalan menuju kasir. Namun langkah Keysie terhenti dan matanya menangkap sosok Maxime yang masih berada di dekat rak barang-barang kecantikan.

"Lo yang bayar," desak Keysie sembari menyerahkan keranjangnya dan tiga lembar uang berwarna merah. Evi bergumam 'oh' panjang begitu tahu kenapa Keysie tidak ingin membuka kacamatanya di minimarket itu.

Lihat selengkapnya