Behind The Glasses

Dyah Ayu Anggara
Chapter #5

Masculinity

Keysie mengucapkan terima kasih pada perempuan penjual makanan di bioskop. Ia melangkah ringan ke tempat Maxime menunggunya. Dengan tangan kanan memegang iced matcha latte sedangkan tangan kirinya membawa big sized popcorn. Kaki kanan Keysie sempat tertahan saat ia mengikuti arah tatapan Maxime yang menuju pada seorang remaja laki-laki dengan warna rambut magenta yang baru saja memakai lip tint lalu meminjamkannya pada teman perempuan yang duduk di sampingnya.

"Gue masih bawa lipbalm yang dari lo itu," ucapan Keysie memutuskan pandangan Maxime pada laki-laki tadi. "Mau pakai?" Keysie lanjut bertanya. Maxime menggeleng sebagai jawaban sebelum mengucap terima kasih dan mengambil popcorn yang dipesannya. Keduanya langsung masuk ke studio yang akan memutar film yang tiketnya sudah Keysie pesan.

"Gue iri deh sama cowok tadi" ujar Maxime ketika mereka menaiki tangga kecil ke deretan kursi penonton keempat dari atas. "Kenapa?" sahut Keysie yang berjalan di depan Maxime. "Dia nggak peduli dengan lingkungan yang menolak laki-laki-bisa-berdandan, dia nyaman menjadi diri sendiri, gue jadi penasaran bagaimana masa depan dari jenis laki-laki yang kurang memiliki maskulinitas."

Keysie tidak langsung menjawab pendapat laki-laki yang berjalan di belakangnya. Dibiarkannya mereka duduk di kursi masing-masing sebelum akhirnya mengomentari perkataan laki-laki di sampingnya.

"Kayaknya lo harus banyak membaca max, maskulinitas itu tidak mengarah ke jenis kelamin seseorang"

"Lalu?" Maxime menolehkan wajah pada Keysie yang sejak tadi sudah memandangnya.

"Maskulinitas dan feminitas lebih mengarah ke sifat seseorang, orang yang maskulinitas cenderung berani dan tegas dalam bertindak, sedangkan feminitas itu mengarah ke sifat yang lembut dan penyabar, nggak semua laki-laki itu tegas dan nggak semua perempuan itu penyabar."

Meskipun penerangan di studio itu mulai dipadamkan, Maxime dan Keysie masih bertahan dengan posisi kepala yang saling berhadapan. "Maskulinitas ... nggak dilihat dari fisik kan?" Maxime bertanya dengan suara yang semakin terdengar pelan. Rasa percaya dirinya entah kenapa kembali terkikis. Mendadak Maxime jadi menyesal mengganti celana abu-abu dengan celana olahraga yang hanya sebatas lutut. Memperlihatkan tungkainya yang terlapisi kulit seputih susu tanpa ada sehelai pun rambut.

"Berhenti berpikir begitu, apa perlu gue ulang ucapan gue di lapangan waktu itu?"

Tanpa sadar Maxime mengangguk kecil dengan senyum penuh harap "kalau boleh jujur, gue ingin lagi dengar kata-kata itu"

"Don't let your minds bully your body," Keysie semakin menarik kedua sudut bibirnya dengan kilat mata yang semakin dalam ke netra milik laki-laki yang balas menatap obsidian kelamnya.

"Don't let your words make me dislike you."

Senyum Maxime perlahan lenyap dan bibirnya terbuka menyuarakan kalimat yang sebenarnya takut ia utarakan.

"Sebelumnya ... lo suka sama gue?"

Keduanya bahkan sudah tidak mempedulikan film yang sudah mulai sejak lima belas menit yang lalu. Detak jantung Maxime semakin bergemuruh. Keysie hanya diam dan mempertahankan senyumnya. "Gue udah suka lo sejak sweet seventeen Icha."

"Eh? lo-lo lihat gue?" tanya Maxime, gugup bercampur malu karena tertangkap basah memandangi teman sepupu tirinya itu dari jauh. Saat itulah Maxime bertanya-tanya pada Icha tentang perempuan berhoodie navy dan berkacamata bundar yang diam-diam ia terus pandangi selama setengah jam. Maxime pikir saat itu Keysie sedang menonton flashmob yang sedang tampil di tengah-tengah aula hotel. Salah Maxime juga yang terlalu asik melamuni perempuan itu sampai tidak mengikuti arah pandang objek yang sedang ditatapnya.

Keysie tertawa kecil dan mulai memfokuskan perhatiannya pada film yang ditonton. Maxime? remaja laki-laki itu masih memandangi Keysie dari figur samping perempuan itu. "

Lihat selengkapnya