Seorang perempuan berambut ikal sepunggung melepaskan ponselnya sembarang hingga terdengar suara 'PRAK!' yang cukup keras. Sampai kakak laki-lakinya yang baru saja melewati pintu kamarnya menghentikan langkah untuk mengomeli adik bungsunya.
"Bisa nggak?! sehari aja nggak usah bertingkah kayak lo aja yang punya masalah!"
Remaja perempuan itu menggigiti kukunya yang tidak tertutupi lengan panjang piyamanya yang kebesaran. Kedua mata besarnya menatap tajam layar ponsel yang seolah mengejeknya. Layar benda kecil sialan itu masih menampakkan pemandangan yang sama.
Maxi
XI xoxocial 2 (56)
Mama (4)
Fems Fatale! (2)
Ekskul Volley (10)
Tiga puluh menit berlalu. Hanya ruang chat dengan nama 'Mama' dan 'Fems Fatale!' yang digit angkanya bertambah. Tidak pada nama seseorang yang paling atas.
Kening perempuan itu semakin berkerut dalam ketika jumlah pesan di group chat Fems Fatale semakin bertambah dan sangat cepat. Regina akhirnya membungkuk namun kembali mendudukkan bokongnya di jendela kamar yang terbuka. Ibu jarinya menyentuh nama group chat buatan teman-teman perempuan sekelasnya yang sok-kenal-sok-dekat itu. Ada untungnya juga sih. Regina jadi update dengan berita-berita di sekolah. Hanya perlu merespon sesekali, itupun kalau moodnya sedang bagus. Terkadang Regina harus berterima kasih pada sang ayah yang meninggalkannya serta ibu dan kakak laki-lakinya. Dahulu ayahnya membatasi makan siang dan makan malam Regina setiap beliau mabuk-mabukan dan melempari Regina, juga kakaknya dengan segala macam benda. Baik benda tajam maupun tumpul. Meski tidak mengadu pada sang ibu, kesaksisan tetangga yang selalu mendengar suara tangisan Regina dan teriakan kakak laki-lakinya sangat kuat, apalagi salah satu dari mereka berhasil merekam suara-suara menyedihkan yang berasal dari anak-anak itu.
Intinya. Regina bangga memiliki wajah rupawan dan tubuh proposional seperti sekarang ini. Serta kepandaiannya berakting sebagai remaja perempuan yang mengayomi sahabat dan keluarganya. Walau sebenarnya Regina tidak yakin apakah ia memiliki keduanya.
Ibunya sibuk bekerja dengan seorang duda yang jelas-jelas tertarik pada beliau hingga menelantarkan anak-anaknya dengan seorang ayah pemabuk. Kakak laki-lakinya sibuk mengumpulkan uang dari hasil balap liar dan menjajakan tubuhnya di club malam hanya untuk dirinya sendiri. Sahabat?
Sejak awal Regina memang tidak tertarik dengan Kenzie yang tertutup. Maupun ketika anak laki-laki itu sudah mengubah penampilannya sekarang. Bagi Regina, Kenzie masih terlihat culun dan semakin payah dengan penampilan yang sok-sok-an menentang peraturan sekolah.
Di satu sisi, Maxi ...
Sahabatnya yang satu itu tidak sering bercengkerama dengannya di tempat umum. Ruang temu mereka adalah dunia maya. Maxime tidak memperlihatkan perhatiannya pada Regina di depan Kenzie. Berbeda bila bertukar pesan dengan Regina. Dari jadwal makan, mandi, dan tidur tidak pernah absen Maxime tanyakan pada Regina. Selain pekerjaan rumah, Maxime suka bercerita tentang kesehariannua di rumah dan menanyakan hal serupa dengan Regina. Di sekolah, Maxime memanggilnya 'Rere' seperti apa yang dilakukan Kenzie. Tapi saat berkirim pesan? Maxime memanggilnya 'Regi'.
Regina tidak ingin kehilangan kesenangan menjadi seseorang yang spesial untuk Maxime.
Namun semua prediksi dan harapan yang ia bangun begitu lamanya itu harus hancur dalam waktu satu malam. Ya, malam ini. Ketika salah satu dayang bodohnya mengatakan hal yang belum pernah terpikirkan olehnya.
'Maxime pacaran sama anak pemilik sekolah kita!'
***
"Seriusan deh, kan lo bisa langsung bilang, Keys!" gerutu Evi sembari menggigit kasar pizza rotinya. Keysie yang sedang menerima suapan salad buah dari Maxime hanya melirik sahabatnya itu sekilas dengan senyum perseginya.
"Kancing blazer Danny jauh lebih penting, baby" goda Keysie yang disambut candaan Icha "Evi senang tuh, akhirnya bisa berlagak kayak detektif!". Adel yang mulutnya masih mengunyah penuh bakso pesanannya hanya bisa bertepuk tangan layaknya anjing laut. "Gue bakal jauh lebih keren kalau menemukan spy camera itu!" sungut Evi, masih tidak terima.
"Eh, pinky boy kemana?" Evi mengalihkan pembicaraan lantaran sejak tadi pagi sampai menjelang siang tidak tampak batang hidung Kenzie. Maxime mengulum senyum sambil melirik Keysie yang pura-pura sibuk membenarkan anak rambut di dahinya.