"Siapa yang menjabat sebagai bendahara di antara kalian?" Mr. Gothe, kepala sekolah sekaligus ayah dari Maxime memandang dua remaja yang sangat dikenal dan disayangnya itu. Perlahan Maxime mengangkat sebelah tangannya tanpa berani menatap ayahnya. Mr. Gothe menghembuskan napas pelan sebelum kembali bertanya seformal mungkin pada Maxime.
"Apa benar kemarin kamu menitipkan uang kas pada Regina?" dan lagi, tanpa mengangkat wajahnya, Maxime mengangguk sebagai jawaban. "Dengar nak," kali ini Mr. Haris, wali kelas mereka yang baru berjalan ke sisi kiri Maxime dan menepuk pundaknya, kini lanjut berkata, "Saling percaya dengan sahabat itu bagus, tetapi waspada pada setiap kemungkinan yang terjadi..."
"Saya nggak paham maksud bapak," sela Regina. Evi yang sejak tadi duduk di sofa sisi kanan ruang kepala sekolah mengepalkan kedua tangannya kuat. Icha yang duduk di samping Evi berusaha menenangkan sahabatnya itu agak tidak gegabah. Kalimat selanjutnya keluar dengan mulusnya dari mulut Regina, "Uang kas itu memang diberikan pada saya kemarin saat pulang sekolah dan saat mengambil sepeda, Evi memalaki saya!" Wajah Evi sudah merah padam dan dirinya bangkit dari sofa dengan kasar. Untungnya Icha langsung memeluk satu lengan Evi sehingga satu tangannya yang lain tidak sampai menjambak rambut Regina yang tergerai.
"Evi, tolong duduk," perintah Mr. Haris dengan nada tegas dan sorot mata yang mengisyaratkan agar Evi lebih sabar menghadapi sikap angkuh dan tidak mau kalah dari Regina. Evi kembali duduk di posisinya semula. Namun kedua netranya tidak lepas dari Regina yang melirik ke belakang punggungnya dengan seringai bibir yang terlihat menyebalkan.
Terdengar suara ketukan pintu tiga kali. Belum sempat Mr. Gothe menyahut atau mempersilahkan masuk, orang yang tadi mengetuk sudah membuka pintu dan berdiri diam di ambang pintu.
Begitu sadar maksud keterdiaman Keysie, Mr. Gothe bergumam 'Masuk'. Barulah Keysie melangkahkan kedua kakinya memasuki ruang guru itu.
"Ada apa, Keysie?" tanya Mr. Haris. "Saya kesini karena ingin memberikan bukti kalau Evi nggak salah, sir" ujar Keysie sembari melempar tatap pada Mr. Haris dan Mr. Gothe bergantian. Dengan senyum bangga Mr. Gothe mengangguk dan memberi isyarat agar Keysie menjelaskan opininya. Pasangan ayah dan anak dalam ruangan itu sama-sama memandang Keysie senang karena suatu hari nanti gadis cerdik itu akan menjadi salah satu anggota keluarga mereka.
"Evi memang sering memalaki makanan milik orang lain pak, tapi dia sama sekali tidak tertarik untuk merampas benda materi seperti uang" Keysie mengeluarkan jepitan yang kemarin ia berikan pada Evi sebelum dipintanya lagi di minimarket. Jari telunjuk Keysie menekan cukup lama bagian belakang jepitan itu sampai muncul kerjap biru sesaat di bagian depannya.
'spy recorder hair clip' Evi dan Icha saling bertukar pandang kagum. Keduanya kembali menaruh perhatian pada Keysie yang tersenyum memandangi suara Regina yang keluar dari recorder itu.
"... demi apa pun?!"
"Demi Tuhan, vi"
"Um, tapi gue nggak begitu dekat sama Maxime, masa dia tiba-tiba kasih uang traktiran sebanyak ini ... ah! gue harus ucapkan selamat ulang tahun du---"
"Nggak perlu!"
"Kenapa?"
"Biar gue aja yang sampaikan ucapan salam lo, dan uang ini jangan lupa lo bagi-bagi sama Adel ya,"
"Adel doang? Icha enggak?"
"Icha kan sepupu Maxi, dia pasti udah ditraktir duluan"
"Tapi Regina, seriusan deh, gue lebih terima makanan daripada uang begini,"
"Hahaha, itu karena Maxime nggak tahu lo suka makan apa, jadi dia mau lo sendiri yang beli makanan kesukaan lo"
"Wah! Baik banget! Sip, sip! Makasih ya!"
"Sama-sama, kalau gitu, gue duluan ya!"
"Iya...!"
Suara Evi dan Regina dalam rekaman itu terhenti. Evi menghela napas kelewat lega karena tidak perlu mengganti uang sebesar 450.000 rupiah itu, karena kejadian ini bukan salahnya.