---
Pagi itu, matahari baru saja menyingkap tirai langit, memandikan ruangan dengan cahaya hangat yang belum sepenuhnya membangunkan dunia. Tapi layar ponsel Genta menyala lebih dulu, menyuarakan isyarat penting yang menggugah kesadarannya.
Tangannya terulur malas, meraih ponsel yang tergeletak di meja samping.
Satu pesan masuk dari Dipta:
“Rekaman CCTV kecelakaan Ibu—sudah kutemukan. Cek email Anda.”
Dalam sekejap, kantuknya lenyap. Detak jantungnya melonjak, dadanya terasa sesak oleh sesuatu yang lama terkubur, kini kembali menguak. Ia bangkit, tubuhnya bergerak cepat, nyaris tanpa suara. Langkahnya menghantarnya ke meja kerja, tempat laptop telah menanti.
Dengan jemari yang tampak tenang—meski denyut nadinya tak demikian, ia membuka kotak masuk. Satu folder berlabel CONFIDENTIAL menanti, seolah tahu betapa pentingnya waktu pagi ini.
Ia klik video pertama.
Rekaman buram dari kamera pelabuhan memperlihatkan jalan basah oleh hujan. Lampu kendaraan memantul di aspal gelap. Sebuah truk kontainer kecil melaju—tak terkendali—lalu menghantam sedan di jalur sebelah kanan. Genta langsung mengenali mobil itu. Sedan ibunya. Jennyta Arsellyna.
Jantungnya tercekat, namun ia tetap tenang. Dari luar, video itu tampak seperti kecelakaan lalu lintas biasa. Tragis, tapi bukan sesuatu yang janggal.Tapi video kedua membuat segalanya runtuh.
Genta memajukan tubuhnya, matanya tak berkedip. Sopir truk keluar dari kendaraan. Ia tidak terpincang. Tidak berdarah. Wajahnya tenang.
Lalu ia berjalan ke arah mobil Jennyta. Kamera menangkapnya membuka pintu yang sudah ringsek, lalu dengan sangat sadar—mengambil sesuatu dari dalam.
Tas.
Tas milik ibunya.