Behind The Mask

Retchaan
Chapter #14

BTM ~ 14

---

Pagi datang lebih cepat dari yang Genta harapkan.

Cahaya matahari menelusup melalui celah tirai, menciptakan garis-garis hangat yang melintasi dinding kamar. Udara pagi terasa lebih dingin dari biasanya, atau mungkin itu hanya karena pikirannya masih berkabut oleh malam yang baru saja dilewatinya.

Genta berjalan kearah ranjang dan duduk di tepinya, memandangi Claude yang masih tertidur pulas, berselimut rapi. Napas wanita itu teratur, wajahnya tenang seperti tidak terjadi apa-apa semalam.

Ia menarik napas dalam, lalu segera beranjak. Dalam diam, ia mengemasi barang-barangnya. Setiap gerakan dibuat setenang mungkin, seolah ia takut membangunkan sesuatu. Sesekali, matanya melirik ke arah gadis itu, memastikan ia masih terlelap. Namun Claude melihatnya sekilas dan tertidur kembali.

Ia tahu, tidak seharusnya berlama-lama di Singapore. Jika Elvaro, ayahnya, mulai mencium ketidakhadirannya terlalu dalam, maka urusan ini bisa berbuntut panjang. 

Di meja kecil dekat jendela, Genta menyusun satu set sarapan yang dipesannya lebih awal. Roti panggang, telur rebus setengah matang, buah potong, dan secangkir kopi hangat yang mulai mengeluarkan aroma menggoda. 

Di samping nampan, ia menyelipkan secarik kertas kecil, tulisan tangannya terlihat tegas namun rapi: "Ini sarapan buat kamu. Satupun bagian privasi kamu tidak aku sentuh."

Ia menatap catatan itu beberapa detik, lalu meletakkan pulpen di sampingnya. Ada sesuatu dalam kalimat itu seperti bentuk pertahanan sekaligus penghormatan. Ia ingin Claude tahu bahwa ia tidak melewati batas, tak peduli seberapa rapuh malam itu membawanya.

Tanpa membangunkan gadis itu, Genta meninggalkan kamar. Bunyi lembut dari pintu yang tertutup menjadi penanda kepergiannya. Tidak ada jejak suara, hanya aroma kopi yang tersisa di udara, dan secarik kertas yang pelan-pelan akan menyampaikan pesannya.

Beberapa menit setelah kepergian Genta, tubuh Claude menggeliat pelan di balik selimut. Matanya perlahan terbuka, memandang langit-langit dengan kebingungan samar. Butuh beberapa detik sebelum kesadarannya kembali utuh. Ia duduk, melihat ke sekeliling ruangan yang tampak sunyi.

Dan di sanalah ia melihatnya. Nampan sarapan yang masih mengepulkan uap hangat dan secarik catatan dengan tulisan tangan yang langsung ia kenali.

Claude mengambil kertas itu, membacanya perlahan. Senyuman tipis terbentuk di bibirnya, entah karena lega, atau justru karena kecewa. Ia sendiri tak tahu.

Claude membaca catatan itu untuk kedua kalinya, senyuman samar di bibirnya perlahan memudar. Ada sesuatu yang mengganjal. Pandangannya menelusuri tulisan tangan itu sekali lagi, mencoba mencari petunjuk tapi tidak ada nama, tidak ada tanda apa pun selain kata-kata yang terdengar... terlalu tenang.

Lihat selengkapnya