---
Mobil hitam yang mereka tumpangi berhenti mulus di depan gedung kantor pusat Chery&Bhit Group. Bangunan menjulang dengan arsitektur tegas, simbol kekuasaan dan kekayaan keluarga Genta. Begitu turun dari mobil, Genta langsung disambut sapaan formal para staf yang berjajar di lobi. Ia tak membalas. Hanya langkah cepatnya yang berbicara, menggema keras di lantai marmer.
Dipta mengikutinya dari belakang, membawa berkas yang tadi pagi belum sempat dibuka.
Setibanya di lantai tertinggi, Genta memasuki ruang kerjanya yang luas dengan dinding kaca yang menampilkan panorama kota. Ia menjatuhkan tubuh ke kursi direktur dan menatap layar monitor yang belum menyala. Pikirannya bukan pada angka atau proyek, tapi pada sesuatu yang lebih dalam—lebih pribadi.
Dipta meletakkan map di meja. “Ini data calon vendor untuk proyek ekspansi kita di Asia Selatan.”
Genta melirik sebentar, lalu mendorong map itu ke samping. “Tunda dulu. Aku mau kau prioritaskan yang lain.”
Dipta langsung sigap. “Bagaimana dengan pelakunya kecelakaannya? Sudah ada jejaknya?", tanya Genta.
“Tidak satu pun.” Dipta menghela napas. “Dia seperti bayangan. Tak ada saksi. Bisa jadi... seseorang membantunya menghilang.”
“Riwayat penerbangan? Pelabuhan? Jalur transportasi pribadi?” tanya Genta, kini mulai mencondongkan tubuh ke depan, nada suaranya menajam.
“Aku sedang perluas pencarian ke jalur tak resmi. Mungkin dia keluar lewat koneksi gelap.”
Genta diam sejenak, memutar-mutar penanya di antara jari. “Bagaimana dengan orang yang bekerja di perusahaan Ruel? Jejak dananya?”
Dipta menggeleng perlahan. “Masih proses penelusuran. Mereka gunakan akun bayangan dan transaksi silang. Tapi saya janji, akan saya bongkar satu-satu.”
“Maafkan saya, karena belum bisa memberi hasil yang baik." Nada Dipta merendah, hampir seperti menyalahkan dirinya sendiri.