Behind The Mask

Retchaan
Chapter #18

BTM ~ 18

---

Langit di atas pelabuhan malam itu kelam, tanpa bulan, tanpa bintang—seolah ikut menyembunyikan apa yang akan terjadi di bawahnya. Lampu-lampu redup memantul di permukaan air yang tenang namun menyimpan arus. Bau asin laut dan bau besi tua saling bertabrakan di udara dingin.

Genta turun dari mobil tanpa suara. Hanya suara pintu tertutup pelan yang memecah keheningan. Tatapannya dingin, menyapu area dermaga seperti pemburu yang sudah hafal bau mangsanya.

Dipta sudah menunggu di balik kontainer besar, wajahnya tegang.

“Di ujung dermaga,” bisiknya, menunjuk pada sosok pria yang berdiri resah. Jaketnya kusut, tangannya gemetar seperti menyembunyikan sesuatu lebih berat dari rasa bersalah.

“Dia sendirian?” tanya Genta tanpa menoleh.

“Ya. Belum ada pergerakan lain.”

Genta mengangguk sekali. Lalu memberi isyarat dengan dua jari.

Dari balik bayang-bayang, empat pria berbadan besar muncul—hening, cekatan, tak butuh aba-aba lain. Mata mereka hanya tertuju pada target.

Sosok itu sempat melirik. “S-siapa kalian?” Tapi sebelum sempat berbalik, dua tangan mencengkeram bahunya, menghantamkan tubuhnya ke kontainer berkarat. Bunyi dentingan logam menggema di udara.

Pukulan pertama menghantam rahang. Yang kedua di ulu hati. Pria itu mengerang, tubuhnya limbung tapi tak dibiarkan jatuh.

Genta berjalan mendekat perlahan. Tidak ada emosi di wajahnya, hanya dingin yang membekukan ruang di sekitarnya.

"Sudah berapa lama kau bersembunyi?" tanyanya pelan, suaranya seperti pecahan kaca. "Tujuh tahun? Delapan? Sampai kau pikir dunia sudah melupakan apa yang kau lakukan malam itu?"

Pria itu meludah darah, terengah. "Aku... hanya disuruh... aku tak tahu siapa yang—"

"Jangan bohong." Genta berhenti tepat di depannya. Mata mereka sejajar. "Kau tahu siapa dalangnya. Dan aku akan korek semua, bahkan kalau harus membelah tubuhmu satu per satu."

Genta memberi isyarat. Satu pukulan lagi menghantam tulang rusuk, terdengar bunyi retak kecil.

“Ceritakan siapa yang membayarmu. Siapa yang menyuruhmu menabrak mobil malam itu. Siapa yang menutup-nutupi semuanya.”

Pria itu menggelinjang, darah mengalir dari bibirnya, bercampur air mata dan keringat. Napasnya terputus-putus, seolah paru-parunya sendiri menolak menjawab.

“T-tolong...” bisiknya. “Aku... sungguh tidak tahu apa-apa...”

Genta mendekat, nadanya rendah dan tajam, “Pikirkan baik-baik,” ucapnya pelan. “Kau sungguh tidak tahu... atau kau hanya lebih takut pada mereka daripada padaku?”

Lihat selengkapnya