Behind The Mask

Retchaan
Chapter #23

BTM ~ 23

---

Cahaya matahari pagi menyelinap masuk lewat tirai jendela yang belum tertutup rapat. Garis-garis hangatnya menari di lantai kayu dan perlahan merambat ke sofa, menyentuh wajah Genta yang masih terlelap. Claude duduk di kursi seberang, dengan secangkir kopi yang mulai dingin di tangannya. 

Tubuh Genta mulai bergerak gelisah. Wajahnya tegang, alis berkerut, seolah diburu mimpi yang berat—mimpi yang bukan sekadar mimpi, tapi serpihan masa lalu yang menggores luka lama. Sesekali ia bergumam, lirih, nyaris tidak terdengar.

Claude mengernyit, bangkit dari duduknya dan mendekat. “Apa yang kau mimpikan?”, gumamnya. 

Namun sebelum ia sempat menyentuhnya, bau hangus dari dapur menginterupsi. Ia buru-buru berbalik dan berlari kecil ke arah dapur, setengah panik.

Tidak lama setelah itu, Genta terbangun. Kelopak matanya mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan dengan cahaya pagi yang terang. Kepalanya berat, tapi bukan hanya karena mabuk semalam tapi karena denyut gelisah di dadanya.

Perlahan ia bangkit. Suara gaduh dari dapur menuntunnya berdiri, langkahnya berat namun penasaran. Saat sampai di ambang pintu dapur, langkahnya terhenti.

Di sana, seorang wanita berdiri membelakanginya, sibuk dengan panci yang nyaris hangus. Tapi yang paling menarik perhatian Genta bukanlah sosok perempuan itu... melainkan kilauan halus yang menggantung di lehernya. Sebuah kalung.

Kalung yang persis seperti milik ibunya.

Dunia seolah berhenti sesaat.

Genta tertegun, matanya tak lepas dari benda itu. Ia melangkah maju tanpa suara, seolah takut kilauan itu akan lenyap jika disentuh. Jemarinya terulur perlahan, nyaris menyentuh kalung itu seolah ingin meraih kembali sesuatu yang telah lama hilang.

Tapi sebelum jemarinya sampai, Claude berbalik cepat dan menepis tangannya dengan refleks.

"Apa yang kau lakukan?" suaranya tajam, tak biasa, tubuhnya mundur hingga punggungnya menyentuh meja dapur.

Genta membeku, terpaku menatap mata Claude yang kini waspada. Kalung itu masih bergoyang di lehernya, berkilau seperti serpihan rahasia yang tidak sengaja terbongkar.

"Kalung itu..." suara Genta parau, nyaris seperti gumaman. “Boleh aku membelinya darimu?”

Claude refleks menggenggam kalung itu, alisnya terangkat. “Membeli?” gumamnya, nyaris tak percaya. Dalam hati, ia mencibir, 'Bukankah pria ini bisa membeli seluruh toko perhiasan di kota?'

“Berapapun kau mau,” desak Genta.

Claude menggeleng. “Aku tidak menjualnya. Ini hadiah dari ibuku.”

Genta terdiam. Rahangnya menegang, seperti sedang menahan sesuatu—marah, kecewa, atau justru luka yang belum sembuh. Ia melangkah pelan, mendekat, hingga tubuhnya terhenti tepat di depan meja dapur.

Ia membungkuk, kedua tangannya bertumpu di meja, menjebak tubuh Claude di antara kedua lengan yang keras. Wajah mereka kini hanya terpaut sejengkal. Tapi kali ini, Claude tidak menghindar. Tidak juga menepis seperti sebelumnya. Ia menatap Genta, matanya waspada... namun tak ada ketakutan di sana.

"Apa kau tidak merasa adegan ini... familiar?" bisik Genta, sorot matanya tajam namun dalam.

Claude mengangkat sebelah alis, lalu tersenyum miring. “Kau sedang mencoba menggoda, Tuan Krieger?”

“Genta,” koreksinya cepat. “Aku tak suka dipanggil Krieger.”

Tangan Genta terangkat pelan, menyelipkan rambut panjang Claude ke belakang telinganya. Gerakannya lembut, namun ada tekanan halus di balik sentuhan itu. Kemudian ia membungkuk sedikit, bibirnya mendekat ke telinga Claude.

“Kalau kau tidak mau menyerahkan kalung itu… mungkin aku tak segan merebutnya.”

Napasnya hangat menyentuh kulit Claude. Sebentar, hanya sebentar—tapi cukup untuk membuat jantung Claude berdebar tidak beraturan. Ia menelan ludah, mencoba tetap tenang. Di hadapannya adalah Genta Dawson Krieger. Pria yang bisa membeli segalanya... kecuali perasaan.

Genta akhirnya menarik diri perlahan. “Tenang saja… untuk sekarang, aku biarkan kau bebas.”

Ia berbalik, mengambil ponselnya yang sedang terisi daya di nakas. Tapi sebelum langkahnya sampai ke pintu, suara Claude terdengar dari belakang. Tajam, menyayat keheningan pagi.

Lihat selengkapnya